Minggu, 22 April 2012

BAB XI KEJADIAN YANG ANEH YANG DIALAMI ROMO RESI PRAN-SOEH SASTROSUWIGNYO DAN HAL-HAL YANG TIDAK MUNGKIN TERJADI UNTUK ORANG-ORANG BIASA

Semakin hari kediaman Romo Panutan semakin ramai dikunjungi orang dari lain daerah, karena berita tersebar dari mulut ke mulut sehingga menambah kesibukan beliau. Banyak yang beranggapan Romo Panutan dianggap dukun / orang waskitha / tahu hal-hal yang akan terjadi orang yang punya kelebihan (linuwih). Mereka yang datang karena pernah minta tolong dan memang berhasil. Ada juga yang berniat berguru kepada beliau. Mereka tidak tahu bahwa Rps Sastrosuwignyo timbul karena mendapat tugas dari Tuhan atau diutus oleh Tuhan untuk mengingatkan kepada siapa saja yang butuh (ingin bisa berhubungan atau bisa menerima petunjuk dari Tuhan). Lebih dari itu, besok kalau saat sampai pada waktunya meninggal tahu jalannya kembali ke Alam Akhir / Alam Purwo / Alam Asal mula hidup umat manusia. Tentu saja Romo Panutan sangat teliti mana yang calon murid mana yang khusus hanya minta tolong karena beliau memang waskitha (tahu isi hati para tamunya).
       Beliau sering memperlihatkan kelebihan-kelebihan didepan para murid atau para tamu hanya untuk meyakinkan bahwa beliau memang sangat dekat dengan Tuhan, tidak bermaksud untuk sombong, beliau melakukan menjalankan sesuai petunjuk Tuhan pada saat itu, karena tanpa mimpi (tidur) beliau bisa mendapat petunjuk (kalau manusia biasa sulit mendapatkan) kecuali kalau memang orang tersebut sangat suci.
       Adapun kelebihan beliau misalnya:
a)      Romo Panutan bersiul diatas sungai yang sangat dalam langsung ikan lele berhamburan naik ke daratan, yang jumlahnya sampai beberapa bakul, orang satu kampung semua kebagian.
b)      Romo Panutan mancing dengan lidi yang dipancing uceng (lele yang kecil), padahal mancingnya tidak pakai umpan. Hasilnya luar biasa banyaknya, sampai-sampai para murid yang ikut Romo kuwalahan mengumpulkan ikan tersebut.
c)      Romo Panutan mananam waluh (semacam labu bulat tapi besar-besar enak dimakan kalau dimasak manis). Anehnya satu pohon buah ada tiga (mungkin simbol Ilmu Tiga Perangkat). Buah yang satu bundar seperti bola, yang satu lonjong bulat, dan yang terakhir awalnya bulat lonjong tapi ujungnya bundar.
d)      Menanam sayuran (kangkung) rasanya pahit sekali, orang-orang satu kampung penasaran terus mencoba dimasak, bahkan sekalipundicampur daging rasanya tetap pahit.
e)      Beliau menanam pongge (semacam biji timbul / kluwih / nangka). Pongge tersebut waktu akan ditanam dibungkus sabut (kulit kelapa) tempatnya dikampung Prebutan (rumah tinggal Romo Panutan), setelah besar dan mulai akan berbuah bunga yang timbul dibawah, akan tetapi yang berbuah bagian atas, sebaliknya kalau bunga yang timbul diatas buahnya yang timbul dibawah. Sampai sekarang bisa menjadi petunjuk (tanda) kalau bunga disebalah selatan, arah selatan akan banyak umat manusia yang akan menjadi murid beliau. Kalau bunga yang timbul disebelah barat maka disanalah timbul murid-murid baru. Kalau buahnya diatas akan banyak murid-murid para pejabat tinggi. Kalau berbuah bagian bawah murid yang akan timbul para petani atau rakyat-rakyat kecil bagian bawah, pedagang, buruh, tukang kayu, tukang-tukang bangunan dan lain-lain.
f)       Begitu pula beliau tahu ditempat-tempat atau negara-negara yang akan timbul perang, wabah penyakit, kelaparan, bencana gempa, gunung yang akan meletus, murid-muridnya yang menjadi pengiring (terdekat) sering diberitahu dengan kata-kata kiasan atau ditest, disuruh memohon sendiri akan terjadi apa didaerah ini, dinegara ini, kapan terjadinya, apa syarat untuk penangkal supaya kita selamat. Jadi semua muridnya ikut memohon terus hasilnya dilaporkan ke Guru Agung Romo Rsp Sastrosuwignyo.
g)      Pada tahun 1930 gunung Merapi yang tidak jauh dari rumah beliau bertempat tinggal meletus dahsyat. Lahar sampai di kota Muntilan tempat tinggal beliau. Lahar yang mengalir disekitar rumah beliau bisa diperintah oleh Romo Panutan (yang bertempat tinggal di kampung Jagalan yang sekarang rumah beliau masih kokoh). Lahar tersebut disuruh berhenti dia berhenti, disuruh belok dia belok, disuruh jalan lahar tersebut jalan lagi. Disuruh kewat disebelah timur rumah beliau lahar tersebut lalu belok kearah sebelah timur rumah beliau. Hal tersebut menjadi heran anak beliau yang bernama R Mukri (yang nanti setelah nikah bernama R Sinduwidagdo) digendong masih kecil. R Mukri heran, ayah bisa dialog dengan lahar.
       Romo Panutan sangat menyayangi binatang oleh karena beliau memelihara binatang antara lain:
1.       Burung perkutut. Karena beliau hobi seni karawitan, kesenian Jawa dengan alat musik gamelan dengan gendhing (seni suara) yang dinyanyikan oleh waranggana (wanita) untuk pria namanya (gerongan).
2.       Burung dara. Memelihara sampai beratus-ratus untuk lomba balapan. Beliau berkenan karena burung dara (merpati) simbul kesucian. Burung dara biarpun dicampur dengan ratusan bahkan ribuan burung dara yang lainnya, yang jantan pasti mencari jodohnya dia tidak akan salah pilih dengan burung dara yang lain. Masa kita kalah dengan burung merpati!
3.       Ayam utamanya Jago. Sudah kodrat hobi bertarung (berkelahi). Beliau sangat paham, sebab dialam Kasuksman ayam Jago bisa untuk mengatur dunia seisinya, agar kesucian bisa untuk mengalahkan napsu (angkara murka). Oleh karena itu pada waktu ada wabah ayam banyak yang mati, beliau sangat bersedih, tidak tega beliau mohon petunjuk kepada Tuhan apa penangkal wabah penyakit ayam tersebut. Beliau mendapat petunjuk diutus oleh Tuhan supaya menjalani Tapa Gila, meskipun berat beliau harus menjalankan perintah tersebut. Lamanya Tapa Gila selama sebelas hari, langsung dilakukan dengan ikhlas tanpa ragu-ragu. Pada suatu hari Romo Panutan, berpakaian ala Jawa dengan kain yang sangat rapi, dhestar (ikat kepala) jas hitam, laken, pada Pon dan hari Kliwon (hari-hari pasaran untuk orang Jawa) sedang ramai-ramai di pasar, Romo Panutan pergi ke pasar dengan keranjang diatas kepala (nyunggi-Jawa) keranjang tersebut berisi jagung (pakan ayam), beliau juga memakai kalung kerupuk yang dirangkai dengan benang (atau tali) supaya bisa untuk kalung. Juga memakai kalung slondok adalah makanan khas untuk makanan harian. Begitulah Romo Panutan, selama sebelas hari melakukan Tapa Edan (tapa seolah-olah seperti orang gila) karena menyelamatkan ayam supaya terbebas dari hama penyakit. Sudah barang tentu warga sekitar yang mengenal Romo Panutan banyak yang heran dan tersenyum melihat perilaku beliau yang aneh tersebut. Dengan pengorbanan tersebut akhirnya ayam tersebut selamat semuanya dari wabah penyakit (coba bayangkan kalau orang biasa melakukan seperti orang gila kira-kira pembaca bagaimana?)
4.       Memelihara Anjing. Romo Rps Sastrosuwignyo sangat gemar memelihara anjing, hal tersebut bukan tanpa alasan. Pembaca pasti ingat dengan riwayat beliau mencarikan obat isterinya yang menderita sakit hampir-hampir merenggut jiwa sang isteri. Di alam Sasmita Maya, Sang Priyo takut anjing setengah mati sampai ngumpet berpegangan dengan Romo Rps Sastrosuwignyo, bukan? Sang Priyo yang sebenarnya Rajanya Hawa Napsu manusia saja takut dengan anjing, kalau kita juga takut dan benci dengan anjing, artinya sama dengan Sang Priyo, artinya nanti akan ikut Sang Priyo kalau saatnya kita meninggal
       Binatang yang tidak berkenan dihati beliau (dan murid-murid dilarang memelihara) adalah:
1.       Bebek, karena bebek itu hanya diambil telurnya dia tidak mau mengerami telurnya (simbol orang tidak bertanggung jawab) artinya membunuh bibit hidup. Lagipula bebek itu tukang kawin satu pejantan betinyanya bisa berpuluh-puluh itulah beliau tidak mau. Akan tetapi dagingnya enak sekali lho! Kalau dimasak dan dimakan.
2.       Babi, karena sangat kotor, dan riskan dengan penyakit oleh karena itu beliau melarang murid-murid memeliharanya.
       Tanama yang menjadi kesukaan beliau:
1.       Tanaman Padi, adalah yang menjadi kesukaan beliau. Padi lambang Ilmu Tiga Perangkat akan berkembang dimanapun padi tumbuh didaerah itu (di alam mimpi). Sudah barang tentu padi cocok untuk daerah tertentu lain halnya didaerah kutub misalnya akan sulit hidup kecuali ada teknologi yang membantu. Romo Panutan ahli pertanian karena beliau bisa melihat apa saja yang orang biasa tidak mungkin bisa melihat.
2.       Tanaman Tembakau, memang di daerah lereng gunung Merapi sangat cocok tembakau dan beliau sangat paham tentang tembakau. Untuk masa itu memang lahan masih banyak (luas) untuk masa mendatang penulis tidak tahu. Oleh karena itu beliau pernah bersabda kepada murid-muridnya “Kalau ingin kaya harus bertani tembakau” akan tetapi bertani tembakau harus banyak uang (modal) dan harus menguasai ilmunya.
       Romo Panutan selalu memperhatikan nasib murid-muridnya, oleh karena itu sering beliau menimbun tembakau bahkan kalau perlu melelang tembakau membeli kepunyaan para petani nanti dijual kalau ada untungnya ditabung untuk berjaga-jaga kalau ada keperluan yang memerlukan dana, sebab kalau sampai jatuh miskin godaan menjual ilmu (menolong orang tetapi minta imbalan misalnya). Sebetulnya tujuannya mengingatkan murid-muridnya supaya jangan meminta upah kalau menolong sesama hidup, juga dilarang riba (renten). Oleh karena itu dianjurkan antara murid satu dengan yang lainnya harus saling tolong menolong (tanggung renteng).
       Karena beliau memang seorang petani tulen, beliau sangat paham soal pertanian, tidak pernah menjual tanah malah anak-anaknya semua diberi tanah warisan pekarangan dan sawah semua sudah dipersiapkan, karena masa-masa tuanya keadaan ekonomi Romo Panutan sudah bagus, beliau penyayang tanaman, tumbuh-tumbuhan. Yang mengherankan Panutan kalau sedang berjalan-jalan kalau menemukan bibit apa saja pasti ditanam tidak pandang tanah siapa, entah menemukan biji kemiri, biji nangka, biji kara, pongge, pasti ditanam pada tempat-tempat yang cocok dan aman. (Romo itu termasuk pecinta lingkungan hidup barangkali).
       Waktu beliau masih tinggal di desa Prebutan, waktu itu Romo Panutan Carik di desa tersebut, beliau berkata kepada kakaknya (kakak ipar tapi misan), kakaknya pada waktu itu perangkat desa disitu sebagai Kamituwo. Romo Panutan berkata,”Apa mau jadi Lurah?” Kakak ipar menjawab,”Ya biar ingin menjadi Lurah mustahil.” Sebab posisinya sudah kalah segala-galanya dengan adiknya (Romo Panuta).”Lagipula Lurahnya saja masih hidup segar bugar.” Romo Panutan berkata dengan kakak iparnya Sang Kamituwo tersebut,”Sabar sembilan bulan lagi, kalau sudah delapan bulan lagi kakak ipar tersebut pasti benci dengan adiknya (Romo Panutan).” Sang Kamituwo menolak mentah-mentah ramalan Romo Panutan alasannya, hampir mustahil terjadi, apalagi sampai membenci Romo Panutan, pertama memang saudara, kedua Romo Panutan dianggap Gurunya. Betul terjadi sembilan bulan kemudian Lurah tersebut dipecat karena korupsi (maaf dulu juga ada korupsi).
       Sang Kamituwo tadi langsung menggantikan sebagai Lurah. Delapan bulan kemudian Lurah tersebut cekcok (beda pendapat) dengan Carik desa tersebut (Rps Sastrosuwignyo). Karena Lurah yang baru (yang dulu Kamituwo) menganggap mudah uang Pemerintah Kelurahan, hubungan Lurah dengan Carik menjadi renggang (berani betul Lurah tersebut). Akhirnya Romo Panutan mengundurkan diri akan pindah ke desa Jagalan karena disana ada lowongan Carik Desa.
       Waktu Romo Rps Sastrosuwignyo berpamitan dengan Lurah yang masih iparnya tersebut, karena Romo Panutan akan pindah jabatan menjadi Carik Desa Jagalan. Lurah mengabulkan, Romo Panutan memberi penjelasan kepada Lurah bahwa Lurah benci dengan beliau bukan kesalahan Lurah, itu semata-mata karena Romo Panutan hanya sekedar melaksanakan Ilham Tuhan dan itu tidak dapat dihindarkan dan petunjuk tersebut sudah diutarakan tujuh belas bulan lalu.
       Pada tahun 1930 pada jaman klasir beliau tugas klasir / mengukur luas tanah sesuai batas-batasnya, bersama warga desa setempat diwilayah antara kali Lamat dan kali Blonkeng orang-orang tersebut berasal disebelah barat gunung Merapi. Beliau memberi nama tempat-tempat tertentu ada Watu Murah, Watu Tumpuk, dan Watu Lumbung (watu=batu). Orang-orang pada heran apa maksud apa maksud perkataan Romo Carik tersebut. Beliau memberi penjelasan Watu Murah nantinya akan Murah Batu, Watu Tumpuk nantinya batunya seperti ditumpuk, Watu Lumbung maksudnya batunya sebesar lumbung (lumbung gudang padi seperti rumah).
       Murid-murid beliau banyak tersebar di lereng-lereng gunung Merapi disisi barat. Ada salah satu murid yang sangat setya bersih batinnya (sering mendapat petunjuk jelas dari Tuhan). Nama orang tersebut Pak Surorejo. Karena setya dan bersih batinnya hubungan dengan Tuhan sangat dekat sekali orang sederhana sekali (karena memang seorang petani). Bahkan orang sekitarnya menilai Pak Surorejo orang tidak normal (mungkin dianggap gila). Pada waktu itu Pak Surorejo mendapat petunjuk jelas sekali dari Tuhan (lewat mimpi) bahwa gunung Merapi akan njeblug (meletus), bahkan jam berapa, hari apa, tanggal berapa, sangat jelas petunjuk tersebut diterima oleh Pak Surorejo. Pagi-pagi bangun tidur langsung menghadap Romo Resi Pran Soeh Sastrosuwignyo ke desa Jagalan, kecamatan Muntilan. Perlu laporan karena biarpun Pak Surorejo hanya umat biasa dia umat kesayangan Tuhan, oleh karena itu dia juga sangat disayang Romo Panutan. Pak Surorejo akan mencocokan petunjuk (Ilham) yang telah diterima semalam apa cocok (betul) bahwa gunung Merapi akan meletus? Romo Panutan memberi penjelasan kepada Pak Surorejo bahwa petunjuk tersebut betul dan tidak bisa dihindarkan karena itu sudah takdir dari Tuhan. Pak Surorejo langsung pulang untuk mengungsi dan membawa anak, isteri serta membawa harta benda yang bisa dibawa termasuk hewan ternak. Sehabis itu dia berkeliling desa berteriak-teriak mengingatkan para warga kampung tersebut supaya pindah atau mengungsi, sebab menurut dhawuh (petunjuk lewat mimpi) juga secara petunjuk lahir dari Gusti Allah Romo Carik Jagalan,”Pada hari ini, jam sekian, gunung Merapi akan meletus, desa ini akan kena banjir lahar, untuk itu ayo pada mengungsi kalau sampai omongan saya bohong, kebo (kerbau) saya boleh kamu ambil semua.” Orang-orang kampung semua tidak percaya malah Pak Surorejo dikatakan sudah kambuh sakit gilanya (edane ndadi / mendem ngelmu=mabuk ilmu, keberatan ilmu). Pak Surorejo sampai empat kali keliling desa sambil menangis karena sangat kasihan dengan warga desa. Sayang mereka tidak menggubris malah dia dikatakan gila. Dia terus pergi sambil menangis memikirkan para tetangganya yang akan disapu lahar nantinya, sudah barang tentu para tetangga tertawa dan menilai Pak Surorejo gilanya kumat.
       Ternyata Pak Surorejo yang diutus Tuhan untuk menyampaikan berita kepada sesama hidup tidak didengar oleh mereka dan pada hari jam yang telah diterima Pak Surorejo dan dibenarkan oleh Romo Panutan betul kejadian. Hari itu gunung Merapi njeblug (meletus) luar biasa dahsyatnya banjir lahar dimana-mana ini terjadi pada tahun 1930. Banjir batu memenuhi kawasan Muntilan dan sekitarnya, kali Lamat yang mengelilingi tempat tinggal Romo Panutan mengalir lahar. Keluarga beliau juga mengungsi hanya beliau tidak mengungsi dan ditemani pembantu setya Pak Lepok namanya. Yang mengherankan mengapa Den Carik tidak mengungsi, kata orang-orang kampung disitu. Perlu diketahui tempat-tempat yang waktu langsir bersama warga kampung sekitar kali Lamat dan kali Blongkeng, beliau berkata ini watu murah, ini watu tumpuk, ini watu lumbung, kenyataan benar-benar terjadi penuh dengan batu, bertumpuk bahkan ada yang sebesar lumbung (gudang padi).
      Romo Rps Sastrosuwignyo secara fisik memang manusia bahkan bukan pejabat tinggi, beliau seorang Carik Desa (sekretaris). Tapi kalau melihat kenyataan dengan saksi-saksi yang masih hidup (masih ada beberapa sesepuh yang masih hidup) beliau bukan orang sembarangan (kalau sudah menyaksikan sendiri di alam Sasmita Maya) anda pasti manggut-manggut.
Dan pasti tertegun,”Ooo..begitu !!!
Oleh karena itu penulis tidak berani terlalu jauh membahas, cukup membuktikan, menyaksikan dalam kenyataan Suksma Suci. Kalau yang sudah tahu ya sudah, artinya tidak ada kata-kata “Apa”, “Bagaimana”, “Dimana”, “Kapan”. Nah kalau sudah membuktikan jangan mengingkari dan harus mempercayai. Orang yang sudah menyaksikan sendiri dengan mata batinnya terus ingkar, bahkan menjelek-jelekan itu namanya Murtad, hukumanya lumayan berat dihari kematian nanti.
Kalau didunia masalah mudah, tidak tahu wajib bertanya, tidak punya kita mencari, sakit  kita ikhtiar supaya sembuh, sedih mencari hiburan, kecewa lambat-laun akan hilang rasa kecewanya, takut usaha mencari dukungan kerabat lainnya dan sebagainya. Pendek kata kalau di dunia ini masih ada daya dan upaya. Kalau sudah meninggal lain halnya, kita tidak berdaya sama sekali kecuali Tuhan menolong kita.
    Romo Panutan tahu apa yang akan terjadi baik alam maupun menyangkut nasib umat manusia (sayang penulis waktu Panutan masih ada di dunia penulis belum mengenal Kapan beliau timbul di dunia lagi? Penulis ingin mengabdi sekalipun ibaratnya menadi tukang bangunan), Bahkan sudah tinunggalan (menjadi satu / menyatu) dengan Wahyu Roh Suci, sedangkan Wahyu Roh Suci adalah Tuhan sendiri yang mempunyai (pembaca pasti lebih cerdas dari penulis, sebab penulis hanya petani dulunya, sekarang pengangguran. Coba pembaca melatih diri kalau akan tidur malam,”Ya Tuhan saya mohon bertemu Suksma Sucinya Romo Rps Sastrosuwignyo yang sejelas-jelasnya.” Kalau mimpi bisa bertemu, luar biasa, sakit sembuh lho! Kalau hutang berupa uang harus dibayar.)
    Murid-muridnya kalau setya kepada Tuhan, mengindari larangan, menetapi kuwajiban dan banyak-banyak tirakat puasa, juga bisa mengetahui hal-hal yang akan terjadi. Kalau murid yang pandai pasti bisa mencontoh gurunya, kecuali muridnya malas sudah pasti tidak akan lulus nantinya dalam belajar mencari Ilmu Tiga Perangkat. Tuhan itu Maha Adil, jujur bersih ikut beliau, yang rusak budi pekertinya pasti ikut Sang Priyo (Wahyu Sejatining Kakung / Wahyu Sejatining Puteri), itulah yang dinamakan adil. Jadi semua tergantung manusia sendiri, mau berjuang melawan Napsu (mengekang napsu) apa tidak! Memang ada dan mungkin terjadi orang yang sudah tersesat bisa diampuni, bukankah Rps Sastrosuwignyo sudah mengadakan perjanjian dengan Sang Priyo, meskipun sudah menjadi miliknya (milik Sang Priyo) kalau Rps Sastrosuwignyo memerlukan boleh diminta.
    Sudah penulis ceritakan diatas Romo Panutan sang Waskito (tahu peristiwa yang akan terjadi) oleh karena itu pada waktu gunung Merapi meletus, beliau tidak perlu mengungsi hanya keluarganya yang diungsikan karena mereka (keluarganya) hanya manusia biasa pasti takut dengan banjir lahar. Sedangkan Pak Surorejo yang orang biasa saja juga bisa melihat apa yang akan terjadi karena disuruh (diutus) oleh Tuhan membawa berita. Semua manusia akan bisa seperti Pak Surorejo asal betul tekun dan suci (jujur). Sebetulnya paling pokok menghindari larangan. Kalau Romo Panutan lain halnya sebab kunci Ilmu Tiga Perangkat beliau yang menggali, oleh karena itu wajar kalau beliau Waskito. Beliau tahu:
1.    Telur yang dierami induknya yang menetas berapa.
2.    Bayi dalam kandungan yang lahir laki-laki atau perempuan (karena dulu belum ada yang disebut
       USG).
3.    Tahu tamu yang akan datang berapa orang dan apa keperluannya.
4.    Bisa melihat calon Bupati, calon Gubernur, Menteri, Presiden (semua itu pasti ada wahyunya).
5.    Orang sakit bisa sembuh apa tidak (meninggal) dan lain sebagainya. Pendek kata tidak ada kejadian di dunia ini yang lepas dari pengamatan batin Romo Panutan.
Kalau menurut pengalaman batin dari semua murid-muridnya yang sudah membuktikan siapa beliau, memang keanehan-keanehan semacam kejadian (mungkin orang umum menyebut Mukjizat) itu sudah biasa, memang seharusnya Romo Panutan pasti tahu semuanya, kalau tidak mengetahui kejadian yang akan terjadi malah jadi aneh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar