Senin, 09 April 2012

BAB VI ROMO RESI PRAN SOEH SASTROSUWIGNYO MULAI TERBUKA HATINYA


Tugas pokok Raden Gunung membaca Babad (buku-buku kuno) di keraton yang langsung di dengar oleh Sri Sultan dan keluarganya oleh karena pekerjaan membaca naskah kuno tersebut bertahun-tahun. Raden Gunung sampai hafal isinya buku tersebut satu persatu, adapun yang sangat menarik dan sangat ingin membuktikan sendiri (melihat sendiri bukan katanya buku) adalah Buku Babad Demak dan Babad Mataram, dua buku tersebut yang membuat hati Raden Gunung terbuka dimana didalam buku tersebut isinya sangat menggugah hatinya.
       Babad Mataram isinya: Sultan Agung Raja Mataram yang memerintah di Keraton Mataram tahun 1613-1645 bisa berhubungan langsung bahkan bersahabat (minta tolong) dengan Ratu Kidul (raja para jin setan yang menguasai laut selatan yang kesaktianny tiada tanding).
       Babad Demak isinya: Disitu diceritakan Syeh Maulana diundang oleh para wali untuk menghadiri berdirinya Masjid Demak akan tetapi Syeh Maulana tidak bisa hadir karena sedang berdialog dengan Tuhan.
       Kedua buku tersebut yang menggugah hati Raden Gunung untuk bisa menyamai Sultan Agung Mataram dan Syeh Maulana,”Saya harus bisa, dia manusia, sayapun manusia.” begitu Raden Gunung bergumam didalam hati.
       Raden Gunung hidup enak di keraton, kerja enteng dan sudah cocok dengan hobinya. Disayang sang raja beserta keluarga, teman-temannya menghargai, bahkan kalau punggawa kerajaan menyembah kepada raja dan menunduk-nunduk merangkak-rangkak, kalau Raden Gunung cukup menyembah tangan kanan saja. Ini luar biasa untuk ukuran kerajaan, tidak tahu apa sebabnya. Mungkin Sri Sultan sudah tahu siapa sebenarnya yang ada didalam jasad Raden Gunung, atau karena Raden Gunung dulunya satu guru dengan Sri Sultan waktu ikut Kyai Dipowedono semua tidak ada yang tahu kecuali Sri Sultan sendiri.
       Waktu terus berjalan rutinitas pekerjaan Raden Gunung seperti biasa, hanya saja tarak broto (puasa) makin ditingkatkan. Teman-teman para abdi pada heran karena Raden Gunung suka menyendiri dan melamun. Kalau ditanya temannya,”Ada apa den?” Raden Gunung menjawab dengan senyum bahwa dirinya tidak apa-apa jangan takut biasa-biasa saja. Raden Gunung tidak pernah mengecewakan siapapun, beliau selalu senyum dan rendah hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar