Senin, 09 April 2012

BAB VII ROMO RESI PRAN SOEH SASTROSUWIGNYO MENERIMA WAHYU YANG PERTAMA YAITU “WAHYU SEJATINING PUTRI”

Raden Gunung meskipun hidup serba enak akan tetapi tetap tidak lupa cita-citanya beliau tetap akan menyamai kemampuan Sultan Agung Mataram dan Syeh Maulana. Untuk itu tirakat jalan kaki ke panati selatan yang jaraknya hampir tujuh belas kilometer setiap seminggu sekali dengan berjalan kaki rutin dijalani begitu juga merendam diri di sungai Opak, sungai Progo dan sungai Gajah Wong setiap malam sampai larut malam terus dijalani tidur disembarang tempat yang angker-angker sudah biasa.
       Raden Gunung punya semboyan tarak broto tidak akan rugi, siapa tahu Tuhan meberikan hadiah pangkat yang tinggi atau punya kelebihan yang lainnya, dan itu sudah dijalani sejak masih umur tujuh tahun, hal itu dilakukan karena hasil didikan guru-gurunya sewaktu belum menjadi abdi di keraton.
       Raden Guru sudah habis-habisan melakukan tirakat bertahun-tahun akan tetapi cita-citanya tidak terwujud, berbeda dengan Sultan Agung dan Syeh Maulana yang lebih berhasil. Raden Gunung sudah bulat tekadnya kali ini kalau tidak berhasil lebih baik diambil Yang Maha Kuasa alias memilih mati.
       Pada hari malam Selasa Kliwon bulan Suro 1819 tahun Jawa (Muharam), Raden Gunung mulai menjalani tapa ngrambang nyebur di laut selatan (samudera Hindia) dengan memakai pelampung destar (ikat kepala batik dari kain) dibuat seperti balon supaya dirinya tidak tenggelam. Niatnya ingin berjumpa dengan Ratu Kidul (ratunya para jin setan) di laut selatan. Setiap ketengah laut Raden Gunung terlempar lagi kepinggir pantai begitu setiap malam selama sebelas malam. Kalau sudah hampir pagi lalu pulang ke keraton itupun tanpa makan tanpa minum (alias puasa). Memang tekadnya memilih mati kalau tidak bisa bertemu Ratu Kidul.
       Hari itu malam Jum’at Kliwon 13 Suro tahun 1819 (Jawa) atau tanggal 29 Agustus 1890. Seperti hari-hari biasa Raden Gunung nyebur ke laut selatan untuk bertemu Ratu Kidul dengan pelampung ikat kepalanya.Dibuat menyerupai balon, beliau berenang ketengah laut, akan tetapi terlempar oleh derasnya gelombang. Maklum waktu itu Samudra Hindia yang terkenal ganas gelombangnya. Sampai larut malam Raden Gunung terus-terusan  terlempar oleh gelombang sehingga pada akhirnya beliau tidak kuat dan menyerah.
Badan menggigil tidak mempunya tenaga, Raden Gunung merangkak karena hampir tidak kuat berdiri, terus menuju bukit tempat makam Syeh Maulana. Sampai disana beliau duduk berdandarkan pohon Nagasari dan pegang batu “Banteng Prucul” berniat untuk istirahat dan menyepikan diri.
Pada waktu itu sudah lewat tengah malam, Bulan hanya terlihat samar-samar, yang terdengar hanyalah suara gelegar gelombang laut, suara hewan yang ada di hutan yang biasanya ramai tidak terdengar lagi, yang terdengar sangat ramai hanyalah suara cengkerik (Jangkrik), dan sesekali suara burung malam, anginpun berhenti mendesir seolah sedang menghibur sang tapa yang sedang bersedih karena gagal cita-citanya.
Raden Gunung tertegun dan putus asa, teringat ibunyaa, kakaknya, adiknya, apalagi Ayahnya yang sudah meninggal dunia.
 Ingat pendiritaanya selama ini, beliau sangat kecewa akan bertemu dengan Ratu Kidul tidak bisa apalagi akan berdialog dengan Tuhan, berbeda dengan Sultan Agung dan Syeh Maulana. Hampir tidak mempunyai tenaga, merasa sangat tidak berguna hidupnya, merasa hina.

Akibat dari perjalanan jauh, semalam berenang di laut yang beberapa kali terlempar dipinggir pantai, tidak makan dan tidak minum, terus naik ke puncak gunung, tempat Syeh Maulana dimakamkan, itupun  dilakukan 11 (sebelas) malam, praktis tidak mempunya otot bayu (sangat lemah sekali).

Raden Gunung sudah bulat tekatnya siap diambil oleh Sang Pencipta, karena memang beberapa hari kurang tidur, Raden Gunung pun tertidur dalam posisi duduk menghadap ke selatan kearah Samudra Hindia, Raden Gunung tertidur.
Dialam tidur, alam halus, alam Kasuksman, iya disebut “Alam Sasmita Maya”, beliau melihat gelombang besar laut selatan, gelombang tersebut hampir menyentuh kakinya. Panorama laut sekejap hilang, terlihat tanaman hutan dipantai seperti keadaan di dunia wadag. Pohon kelapa berjajar banyak sekali, disitu ada satu pohon beringin sangan besar, tingginya sampai dilangit biru.Pohon beringin tersebut terasa sangat angker dan menakutkan.

Reden Gunung dalam hati menebak “Apa ini yang disebut kraton jin, setan dan dedemit?”. Sekejap terlihat sebuah kerajaan dengan alun-alun (lapangan) yang luas sekali, disitu banyak abdi kerajaan yang sedang menyapu alun-alun tersebut, sehingga Nampak bersih sekali alun-alun tersebut. Diantara para abdi yang sedang bekerja tersebut, ada dua teman Raden Gunung yang dulu magang di kraton, akan tetapi kedua orang tersebut telah meninggal dunia. Raden Gunung kenal betul dengan dua  orang tersebut, kedua orang tersebut memanggil Raden Gunung dengan melambaikan tangannya. Raden Gunung menjawab dengan menggelengkan kepala (Tidak Mau). Dalam hati Raden Gunung tau, tersesat sukma teman-teman saya tadi.

Raden Gunung terkejut melihat pohon beringin tersebut, ada burung sebesar ayam jago, warna bulu Jali Lurik Kemiri ekor sangat panjang, cakarnya besar dengan mata merah dan bersinar sangat menyilaukan mata. Burung tersebut selalu mengamati Reden Gunung, dalam hati Raden Gunung bergumam,”Ini keanehan dan Kekuasaan Tuhan, selama hidupku belum pernah melihat burung hutan yang seperti itu”.

Burung terus diamati oleh Raden Gunung, burung tersebut terus menghilang, seketika timbul seorang wanita cantik luar biasa dengan berpakaian Ratu dengan segala kebesarannya, rambut bergerai (terlepas ke bawah) wanita cantik tersebut mendadak berubah wajahnya menyerupai Raden Gunung (kembar seperti Raden Gunung) tetapi tetap seorang wanita dengan pakaian kebesaran seorang Ratu. Mukanya terlihat bengis/galak. Raden Gunung kaget, wanita tersebut mendekati dan memanggil nama tanpa menghargai sama sekali (artinya tanpa Den, Mas, atau abang kakak, misalnya) wanita tadi langsung menyebut nama saja, Raden Gunung tersinggung dan marah, wanita tersebut  bertanya Raden Gunung, akan kemana.

Raden Gunung dalam hati tahu pasti ini Ratu Jin laut selatan buktinya dia tahu nama Raden Gunung , dan Raden Gunung menjawab akan pergi ke Demak (beliau ingat kalau Syek Maulana diundang ke Demak), wanita Ratu tadi menghalang-halangi dan terjadi perkelahian antara Raden Gunung melawan wanita Ratu tersebut. Dalam perkelahian Raden Gunung kalah posisinya dibawah hampir tidak bisa bergerak, beliau dibenamkan di tanah, beliau teringat kalau mempunyai MANTRA SENJATA PAMUNGKAS, yang harus dikeluarkan lewat mulutnya ternyata wanita  Ratu tersebut tahu maksud Raden Gunung , akan tetapi Raden gunung tetap teringat dengan Yang Maha Kuasa, segera ilmunya (senjata Pamungkas dikeluarkan lewat hidung, wanita tersebut terpental jatuh terlentang , Raden Gunung segera secepat kilat menubruk wanita tersebut terus diringkus akan dibunuh, tiba-tiba wanita tersebut menyatu dengan Raden Gunung (luluh menjadi satu), Raden Gunung tertegun dan heran, tiba-tiba terdengar suara tanpa wujud:
“ Tinggalkan kraton, pergilah kearah utara di dekat gunung Tidat, bertapalah tetapi tetap membaur dengan orang-orang umumnya selama 31 (tiga puluh satu) tahun, nanti akan menemukan ilmu yang menjadi penengah semua ilmu yang ada”.

Suara tersebut dalam bahasa Jawa yang aslinya sebagai berikut, "Mentaro soko kraton, ngalor parane, sacedake gunung Tidar, Topoa Ngrame eneng guwosamun telung, puluh siji tahun lawase, mbesuk bakal nimbul ke lelakon nengahi paralakon."

Sewaktu Raden Gunung berdialog dengan wanita Ratu tadi keduanya memakai bahasa Ngoko.
Hilangnya suara tadi Raden Gunung terus terbangun dari tidurnya, dengan badan yang masih gemetar sambil duduk tercengang, sambil bergumam didalam hati dalam bahasa Jawa. Terkabul cita-citaku bertemu dengan kanjeng Ratu Kidul seperti Sultan Agung dari Mataram, begitu pula saya bisa berdialog dengan Tuhan seperti Syeh Maulana.
Dalam bahasa Jawa Raden Gunung Bergumam (berkata): “Kaleksanan nggonku kepingin sapatemon karo kanjeng Ratu Kidul Koyo Sultan Agung ing Mataram, Apa dene kaleksanan pangandikan karo Gusti Allah, Kaya Syeh Maulana”.

Wanita Ratu yang wujudnya kembar seperti Raden Gunung tersebut adalah Wahyu Sejatining Puteri yang merajai semua Roh Jahat, Saitan, demit dilaut selatan. Yang bertempat tinggal di alam kubur (alam mati, alam sesat, alam hukuman), wahyu sejatining puteri yaitu napsu Puteri Raden Gunung. Napsu puteri maksudnya tertarik asmara dengan orang laki, yang mempunyai napsu puteri biasanya memang orang perempuan (nanti akan diterangkan karena Raden Gunung mempunyai napsu lelaki juga).

Waktu itu sudah menjelang pagi, Raden Gunung dengan gemetar keadaannya karena sehabis perang melawan wahyu sejatining puteri (napsunya yang berwujud perempuan) apalagi pada awalnya kalah perangnya, yang mengakibatkan dialam lahirpun berakibat lelah lunglai, hampir tidak mempunyai kekuatan. Beliau turun dari bukit hanya merosot kebawah, karena memang tidak kuat berdiri, maklum dalam perkelahian lawannya raja dirajanya jin, kalau orang biasa pasti sudah mati/tewas. Raden Gunung akan pulang ke keraton Yogya, untuk menambah tenaga beliau jajan pecel dan serabi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar