Senin, 09 April 2012

BAB V WAKTU MUDA ROMO RESI PRAN SOEH SASTROSUWIGNYO

R Gunung Romo Pran Soeh ketika masih anak-anak sudah menunjukan sifat-sifat luhur dan halus perasaannya. Sering bersedih mendengar ibu dan ayahnya sering bertengkar. Karena Kyai Nototrisula memang tukang kawin sehingga rumah tangganya tidak tenteram. Ekonominya berantakan hidup miskin karena Kyai Nototrisula sudah tidak memikirkan anak isterinya. Nyai Nototrisula sangat menderita melihat  perilaku suaminya. Beliau sering berpikir lebih baik bercerai dengan suaminya terus pulang ke Kragawanan, kembali ke orang tuanya, akan tetapi terus bagaimana anak-anaknya nanti? Nyai Nototrisula orang sangat luhur budhi pekertinya, dia hanya memikirkan anak-anaknya supaya nanti jangan sampai terjadi hal-hal yang negatif yang menimpa anak-anaknya. Apalagi kalau mengingat pesan mertuanya (Kyai Wiropati) bahwa Gunung Romo Pran Soeh akan punya kelebihan kalau dibandingkan orang biasa. Terus kelebihan apa? Apa akan kaya, apa mempunyai pangkat tinggi, apa seperti kakek dan buyutnya? Nyai Nototrisula tidak mengerti, yang penting akan mendidik dan melindungi Raden Gunung dan saudara-saudaranya.
       Meskipun masih kecil Raden Gunung sudah sangat paham penderitaan ibunya. Dia membantu sebisa-bisanya untuk meringankan beban ibunya. Umur tujuh tahun sudah mulai menjalankan tirakat prihatin dengan makan sehari semalam hanya satu kali sekitar jam dua belas siang. Tidur disembarang tempat tanpa alas tikar apalagi kasur, tidur dengan alaskan tanah dengan selimut awan. Ragen Gunung rajin berdoa dalam posisi apapun, mendoakan ibunya supaya tidak bertengkar dengan ayahnya.
       Raden Gunung umur tujuh tahun sudah bisa menerima petunjuk dari Tuhan lewat mimpi,”Dalam keadaan sedang sakit dia bermimpi akan disosor / dimakan / ditelan / disakitiburung meliwis. Untung dia waspada dan mengetahui kalau burung itu akan jahat, Raden Gunung diingatkan dan dilindungi leh Tuhan. Burung meliwis (sejenis burung bangau tapi kecil) lalu pergi.” Setelah bangun tidur Raden Gunung sembuh dari sakitnya.
       Raden Gunung bersekolah (sekolah rakyat ongko loro) oleh karena itu dia bisa baca tulis latin dan arab karena belajar mengaji juga, kalau bahasa arab tidak mempelajari. Kehidupan ekonomi Nyai Nototrisula semakin miskin dan menderita. Suaminya sudah jarang pulang maklum mempunyai isteri yang lain dan sering kawin cerai. Nyai Nototrisula memang orang tinggi rsa kemanusiaannya, suka menolong tetangga yang tertimpa kesusahan, sering menggadaikan barang-barang yang tidak seberapa harganya untuk menolong tetangga yang tertimpa musibah supaya menjadi ringan bebannya. Kyai Nototrisula meninggal dalam usia empat puluh dua tahun.
       Raden Gunung Romo Pran Soeh sudah mendekati remaja. Untuk meringankan beban hidup ibunya Raden Gunung mengembara namun tidak jauh beliau pindah-pindah ikut orang (numpang). Pernah numpang hidup kepada orang yang kaya raya. Kerja Raden Gunung membantu kerja keras (petani) dan mencari rumput untuk ternak (hewan ternak).
       Pekerjaan tidak habis-habisnya Rden Gunung ditekan dengan pekerjaan hampir tidak pernah istirahat. Tetapi majikannya terus-terusan menyuruh dengan kasar. Suatu saat majikan marah-marah kepada anaknya, karena kekurangan pakan ternak. Raden Gunung peka dengan perasaan sangat sensitif karena sebetulnya dia tau batin siapapun saja, maka sebetulnya sebelum diperintah Raden Gunung pasti sudah melakukan pekerjaan tersebut. Pada prinsipnya sangat rajin tidak pernah menolak pekerjaan apapun. Namun memang majikannya jahat.
       Pada waktu majikannya marah terhadap anaknya, sebetulnya orang itu hanya menyindir Raden Gunung supaya mencari rumput namun tidak mau langsung bicara ke Raden Gunung. Raden Gunung batinnya tahu maka dia langsung mengambil keranjang pergi mencari rumput dengan beruarai air matia (menangis).
       Sehabis peristiwa tersebut, Raden Gunung lantas pamit keluar pekerjaan tersebut. Majikan juga mengijinkan. Beberapa saat kemudian majikannya sakit keras terus meninggal dunia. Raden Gunung mendapat petunjuk lewat mimpi bahwa,”Suksma makijannya mendapat hukuman berat di alam khubur.”
       Raden Gunung terus berpindah ikut orang besar, gurunya bangsawan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Namanya Kyai Dipowedono di Plered sebelah selatan Yogya. Kyai tersebut mertua kakak Raden Gunung. Karena sudah menginjak remaja Raden Gunung dikhitankan (sunat menurut hukum Islam). Sebetulnya untuk adat jawa tidak biasanya anak besan sampai merepotkan apalagi dibiayai waktu pesta khitanan, biasanya adat jawa antara besan mesti jaga gengsi. Akan tetapi karena Kyai Dipowedono memang orang luhur budhi pekertinya. Raden Gunung sudah dianggap anaknya sendiri sekaligus murid kesayangannya. Karena Raden Gunung memang remaja yang istimewa, orangnya ganteng baik budhi pekertinya, pandai ahli gendhing (musik Jawa gamelan) pandai menari, suara harum bak buluh perindu, tidak perlu diperintah dia sudah terlebih dahulu melakukan pekerjaan yang menjadi pemikiran Kyai Dipowedono. Maka tidak mengherankan kalau pak Kyai sangat menyayangi Raden Gunung (karena Raden Gunung mengetahui isi hati seseorang).
       Karena Raden Gunung mempunyai bakat seni, budhi pekerti luhur Kyai Dipowedono menyerahkan Raden Gunung ke Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat. Karena pak Kyai kenal baik dengan Raja Yogya tersebut pertama, Raja Yogya murid pak Kyai bidang spiritual kedua, keponakan pak Kyai diambil selir (isteri yang lain kerena raja isterinya kan empat puluh orang).
       Sultan Hamengkubuwono VII adalah sultan Yogya waktu itu. Raden Gunung langsung diterima dengan senang hati oleh Sri Sultan karena Sultan tahu persis kualitas Raden Gunung, lagi pula Raden Gunung adalah stu guru dengan Sri Sultan sama-sama murid Kyai Dipowedono.
       Di Kraton Yogya Raden Gunung mempunyai tugas melayani Raja. Mendampingi anak-anak raja dan tugas pokok adalah membaca buku-buku naskah-naskah kuno untuk sang raja. Karena buku tersebut kebanyakan tembang (nyanyian Jawa) apalagi suara Raden Gunung memang terkenal bagus sehingga Sri Sultan sangat senang. Dengan mempunyai kepribadian yang sangat luhur, jujur, rendah hati, ceria, tidak pernah mengecewakan sesama manusia, suka mengalah rajin dan disiplin Rden Gunung sangat disayangi keluarga kerajaan, lebih-lebih semua teman-teman abdi keraton semua kasih sayang kepadanya.
       Raden Gunung tidak pernah melupakan keluarganya, utamanya sang ibu dan adiknya yang ada di kampung halamannya. Jiwa sosialnya luar biasa hampir tidak ada yang bisa menyamainya. Kalau Raden Gunung mendapat jatah pakaian dari majikannya teman-teman pasti dibagi, beliau tidak pernah mempunyai pakaian yang lebih dari dua atau tiga setel, lainnya pasti dikasih kepada temannya yang memerlukan. Sekalipun sudah hidup di keraton, Raden Gunung tetap tidak berubah olah kasutapan makan tetap sehari satu kali itupun tidak banyak.
       Kalau malam melakukan ritual mandi merendam di sungai sekitar Yogya misalnya sungai Progo, sungai Opak, sungai Gajah Uwong dan tirakat jalan kaki di pantai selatan Parangtritis pada waktu malam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar