Selasa, 15 Mei 2012

BAB XII MENYEBARKAN ILMU TUHAN DENGAN WAYANG KULIT (WAYANG PURWA)

Murid-murid Romo Rps Sastrosuwignyo cepat berkembang dimana-mana, mereka disebut “Kadang Golongan” maksudnya murid (siswa) yeng menjadi satu golongan karena satu tujuan menuju kesempurnaan hidup lahir (di dunia) dan batin (bekal mati). Kadang golongan maksudnya Kadang saudara senasib sepenanggungan. Kalau Golongan artinya kelompok / kesatuan / himpunan. Kalau disimpulkan kurang lebih “Persaudaraan Sejati”. Kalau satu sakit lainnya juga merasakan sakit. Oleh karena itu yang disebut Kadang Golongan jiwanya sudah satu, satu guru satu ilmu sudah melebihi saudara kandung. Rasa persaudaraannya tidak cukup di dunia ini, sebab kalau salah satu warga kadang golongan ada yang meninggal, semua murid-muridnya Rps Sastrosuwignyo membantu mohon apakah suksmanya sudah diterima Tuhan apa belum, kalau sudah (harus disaksikan) semua anggauta “kadang golongan” tersebut lewat semedi tidur mohon petunjuk (dhawuh) dari Tuhan. Kalau petunjuk lewat mimpi positif sudah ikut Utusan Tuhan, artinya sudah terbebas dari cengkeraman Napsu. Untuk seterusnya terserah Utusan Tuhan selanjutnya apakah langsung menghadap Tuhan apa kembali ke dunia lagi (manitis) itu sudah terserah kekuasaan Tuhan, anggauta kadang golongan tinggal mengucapkan terima kasih lewat do’a bersama atau secara pribadi.
    Bilamana belum kembali ke Utusan Tuhan berkelompok mengadakan sembahyang “Ruwat” supaya suksma orang yang sudah meninggal tersebut bisa berpisah dengan Nyawanya. Begitu diulang-ulang sampai jelas, dan dibatasi sampai hari ke tiga ratus tiga puluh. Kalau ternyata belum juga ikut Utusan Tuhan Suksma tersebut, kita semua pasrah kepada kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Artinya kadang golongan sudah berikhtiar (berupaya) Tuhan yang menentukan, mungkin orang yang meninggal tadi banyak dosanya.
    Awalnya yang disebut kadang golongan terdiri dari penganut ilmu-ilmu kebatinan, orang yang senang berguru kepada orang-orang pintar, misalnya Ilmu Kadigdayan (tidak mempan senjata apapun, bisa hilang dan sebagainya). Ada juga para ahli tirakat / puasa secara keras tidak henti-hentinya, ada juga orang yang sudah mumpuni pengertiannya tentang agama Islam bahkan termasuk sudah mempunyai pengaruh luas dimasyarakat, karena ingin menambah ilmu dari Romo Panutan, seperti contohnya Ahmad Suhada dari Kyangkong Rejo, Kutoharjo, Begelen. Ada juga Kartowiharjo dari Sayangan, Muntilan termasuk tokoh yang beragama Islam. Dan nanti akan ada contoh-contoh kadang golongan yang belakangan akan menjadi tulang punggungnya Romo Panutan, untuk membantu Romo Panutan mengembangkan Ilmu, yang tujuannya menjadi penengah semua Ilmu yang masih samar yang hanya berpatokan katanya-katanya, akan tetapi metode pembuktian tidak menguasai. Namun begitu tergantung kebutuhan umat manusia, kalau yang memerlukan (butuh belajar) para kadang golongan akan membantunya dengan senang hati tanpa dipungut beaya. Kalau yang sudah mantap dengan keyakinannya masing-masing kadang golongan turut bersyukur. Sebagai contoh, burung Kepodang dengan burung Perkutut bukankah memang lain-lain makanannya?
    Kyai Ahmad Suhada tokoh masyarakat termasuk disegani di kampung Kyangkong Rejo, Kutoharjo nama Suhada sudah menunjukkan orang mukmin sangat mengerti tentang agama Islam. Dia mendirikan pesantren di desanya, dan mengajar ngaji pekerjaannya. Namun begitu dia masih ragu dalam hal keyakinan untuk bekal mati nanti, masih belum tahu rahasia mati, padahal mati itu pasti akan datang pada saatnya. Oleh karena itu pergi kekota Pacitan, Jawa Timur dia berguru di pondok dekat kota Pacitan tersebut.
    Pada suatu malam tidur dan bermimpi bertemu dengan Utusan Tuhan dengan jelas dan berkata,”Ahmad Suhada, kamu terlena dan jangan enak-enak tidur tidak cukup hanya ngaji, yang paling perlu carilah makna Syahadad yang tanpa Sadu.” Petunjuk tersebut memakai bahasa Jawa dan yang memberi petunjuk kelihatan jelas dihadapannya,”Ahmad Suhada, kowe aja katrem lan kabesturon mung tansah ngaji bae, sing perlu golekana maknane syahadad kang tanpa sadu.” Sehabis memberi petunjuk secara langsung di alam mimpinya, yang memberi petunjuk sekejap hilang keatas. Ahmad Suhada setelah terbangun dari tidurnya tertegun heran, setelah itu beberapa waktu dia selalu tidak tenang, makan tidak enak tidurpun susah. Akhirnya dia memberanikan diri lapor kepada Kyai Guru di pondok tersebut, tentang mimpinya tempo hari. Kyai tersebut jujur tidak bisa menafsir mimpi Ahmad Suhada, Kyai tersebut minta waktu sementara, sebab Pak Kyai akan maneges (bertanya) dulu kepada Yang Maha Kuasa. Kyai tersebut puasa patigeni (ngebleng) tidak makan dan tidak minum beberapa hari didalam kamar yang gelap dan berniat shalat Istikharoh di langgar, tujuh hari tujuh malam lamanya
    Setelah empat hari ternyata Pak Kyai sudah mendapat jawaban dari Tuhan. Ahmad Suhada lalu dipanggil,”Wis bekjane awakku ora menangi lelakon iki, kowe endang lunga saka kene menyang daerah Kedu, kang kok goleki bakal ketemu.” Segera setelah itu Ahmad Suhada berangkat ke daerah Kedu, dia sambil berdagang bahan pakaian lurik Kutoharjo, didalam hati akan mencari (membuktikan) petunjuk yang diterima lewat mimpi beberapa hari lalu.
    Romo Rps Sastrosuwignyo masih menjalankan “Tapa Ngrame Ana Ing Guwa Samun” artinya menjalankan puasa tapi tidak terlihat oleh umum, beliau tetap membaur di masyarakat mengikuti Lomba Burung Merpati, Lomba Jemparing (Panah) bahkan memberi contoh cara melepaskan anak panah secara benar kapada para pengikuti lomba. Kalau menari (bekso-Jawa) di pentas-pentas hiburan, penonton  tidak akan pulang sebelum beliau ikut menari diatas panggung. Kalau terpaksa harus berhadapan dengan penari wanita (namanya tayub / ibingan) beliau memilih penari wanita yang parasnya jelek dan kurang diminati umum, lagi pula jarak antara beliau dengan penari wanita berjauhan dan beliau memilih penari yang sangat sederhana panampilannya.
    Memang Romo Panutan ahli bekso (tari) beliau sangat terkenal dalam olah seni tari (bekso) seni karawitan juga wayang kulit. Sering terjadi kalau bertemu anak remaja sering anak-anak main musik dengan mulut dan tepuk tangan untuk memancing Romo Panutan supaya menari. Langsung saja beliau menari didepan anak-anak tersebut supaya anak-anak terebut senang, sudah barang tentu kalau mengikuti kemauan anak-anak mungkin tidak habis-habisnya. Romo panutan pantang mengecewakan orang lain, sepanjang tidak melanggar larangan yang menyangkut Ilmu Tiga Perangkat. Sebetulnya perilaku tersebut hanya untuk menutupi laku Tarak Brata beliau atau menutupi puasa-puasa yang menjadi kewajiban Romo Panutan sampai akhir hayatnya tidak berhenti.
    Ahmad Suhada sudah sampai di daerah Muntilan, pada hari Jum’at setelah shalat di masjid setempat, berkenalan dengan tokoh agama di daerah itu, orang itu namanya Kartawiharja gembong agama Islam di kampung Sayangan Muntilan. Ahmad Suhada secara diam-diam menyelidiki ingin tahu didaerah tersebut apa ada Kyai yang terkenal didaerah Muntilan ini. Kartawiharja memberitahu bahwa disini (Muntilan ) tidak ada, memang ada akan tetapi tidak begitu terkenal orangnya menjabat Carik di desa Jagalan malah orang tersebut masih mau berjudi dan hobi seni tari, seperti orang tidak normal, akan tetapi murid-muridnya menganggap dia orang sakti dan dianggap sebagai Kyai. Kartawiharja memberi nasehat kepada Ahmad Suhada tidak usah Ahmad Suhada menemui orang tersebut. Ahmad Suhada menolak saran Kartawiharja, dia bersikukuh untuk berkenalan dengan Romo Rps Sastrosuwignyo alias Carik Jagalan, Ahmad Suhada ingin melihat sendiri secara langsung. Ahmad Suhada berangkat ke Desa Jagalan untuk menghadap Romo Panutan, kebetulan Romo Panutan ada dirumah. Setelah Ahmad Suhada melihat Romo Rps Sastrosuwignyo, Ahmad Suhada teringat dalam mimpi waktu di pondok pesantren Pacitan yang lalu, bahwa beliau Romo Rps Sastrosuwignyo tersebut memberi petunjuk “Disuruh mencari makna Syahadad kang tanpa sadu”(tanpa sadu mungkin tanpa ditulis, tanpa diucapkan, tahu-tahu ada wujud). Ahmad Suhada sangat terharu lalu jongkok ingin mencium kaki Romo Panutan (sungkem-Jawa). Tetapi Romo Panutan tidak mau disembah, tetapi Ahmad Suhada tetap mencium kaki Romo Panutan.
    Lalu Ahmad Suhada duduk bersimpuh sangat terharu hampir-hampir menangis tetapi ditahan karena mimpi yang selama ini dicari-cari ternyata terbukti memang ada dapat bertemu di alam dunia cocok seperti di dalam mimpinya. Romo Rps Sastrosuwignyo tahu apa yang berkecamuk didalam hati Ahmad Suhada, dia dinasehati oleh Romo Panutan, bahwa semua itu sekedar menjalankan kewajiban atas petunjuk Tuhan. Ahmad Suhada sangat beruntung, untuk itu supaya bertambah kesetyaan kepada Tuhan, untuk mencari tunggal (teman) nantinya Ahmad Suhada masih ingat perintah gurunya di pondok pesantren Pacitan, Pak Kyai berkata,”Sudah nasibku, tidak akan melihat peristiwa ini, kamu (Ahmad Suhada) segera pergi dari sini menuju daerah Kedu (Jagalan, Muntilan memang termasuk daerah Kedu) yang kamu cari pasti ketemu.”
    Kalau penulis bayangkan Ahmad Suhada termasuk orang luar biasa pasti jujur dan bersih jiwanya, buktinya dia bisa mendapat petunjuk yang sangat akurat (cocok dengan mimpinya). Begitu pula guru mengaji di pondok pesantren di Pacitan, juga orang jempolan selain pintar mengaji Ilmu Makrifatnya juga tinggi, sayang Kyai tersebut tidak mengenal secara wadag (fisik) dengan Romo Rps Sastrosuwignyo, beliau bilang memang sudah takdirnya,”Sudah nasibku, tidak akan melihat peristiwa ini (kejadian) ini.”
    Para pembaca yang baik hati mohon maaf, bahasa Jawa sangat dalam, kalau tidak dihayati sangat susah dipahami dengan bahasa lain sehingga untuk alih bahasa ke bahasa Indonesia saja sudah sangat susah misalnya kata “lelakon” dalam bahasa Jawa untuk dijelaskan harus mencari kata-kata yang praktis, sebab kalau yang hampir mendekati kata “lelakon” adalah riwayat seseorang sepanjang hidupnya yang telah dijalani.
    Selanjutnya Ahmad Suhada menjadi murid beliau Romo Panutan tidak lama belajar Ilmu Tiga Perangkat terus lulus (katam). Ahmad Suhada akhirnya menyebarkan Ilmu Tiga Perangkat disekitar Kutoharjo, didaerah tersebut timbul kadang golngan yang umumnya warga sekitar.
    Kartowiharjo melihat Ahmad Suhada ternyat turut bergabung kadang golongan, hatinya gelisah, bagaimana caranya untuk menaklukkan (mengalahkan) Rps Sastrosuwignyo. Kartowiharja merasa berdosa, karena Romo Rps Sastrosuwignyo makin hari makin banyak pengikutnya, oleh karena itu harus dihadapi seberapa dalam ilmu Pak Carik dari desa Jagalan tersebut.
    Pada suatu hari Kartowiharjo menyempatkan diri untuk mendatangi rumah Romo Rps Sastrosuwignyo untuk mengetes kemampuan ilmu beliau. Kartowiharjo harus bisa mengalahkan Romo Panutan dan harus bisa ditarik masuk Islam (padahal kalau pembaca mengikuti tulisan diatas bukankah Raden Gunung seorang muslim bahkan sering mengumandangkan adzan yang suaranya sangat merdu? Ahmad Suhada, guru ngaji Kyai di pondok Pacitan juga muslim dan juga mendapat petunjuk lewat mimpi dan mimpi itu benar! Bahkan Nabi Ibrahim juga mendapat petunjuk lewat mimpi. Nabi Yusup pada di jaman Firaun juga jago tafsir mimpi, hanya waktu itu pada jamannya Nabi besar Muhammad belum timbul didunia apakah beliau juga pernah mendapat mimpi?
    Jadi maksud penulis sedikit memberi contoh bahkan dikemudian nanti ada seorang mahasiswa (seminari) yang akan menjadi pastor skripsinya mengambil Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat dan ternyata mendapat nilai yang bagus dan akhirnya menjadi seorang Pastor.
    Mimpi tidak dapat dihindari, manusia yang tidak percaya mimpi sering mendapatkan mimpi, contoh penulis sebelum menjadi anggauta kadang golongan banyak mendapat mimpi.
    Mari kita kembali kedepan, Kartowiharjo sudah berada di rumah Romo Panutan. Kartowiharjo mengingatkan kepada Romo Panutan supaya masuk Islam karena Rps Sastrosuwignyo bukannya mengaku agama Islam dan menjalankan dalil-dalil Islam, rukun Islam yang ada di Kitab Al-Qur’an. Kartowiharjo menjelaskan secara detail dalil-dalil, surat-surat, ayat-ayat bermacam-macam supaya Romo Panutan sadar akan kesalahannya jangan terlalu jauh menyimpang dengan ajaran Islam dan disuruh kembali ke jalan yang benar, menjadi orang Islam sejati (mungkin Kartowiharjo tidak percaya dengan mimpi karena pada waktu itu dia tidak pernah mimpi barangkali, atau orang hidup tidak perlu mimpi dan jangan sampai medapat mimpi, lalu bagaimana Nabi Ibrahim yang sudah terlanjur mendapat mimpi dan sampai sekarang masih diperingati sebagai Hari Qurban?)
    Pada waktu itu Rps Sastrosuwignyo dengan tenang dan santun menjawab pertanyaan dan anjuran Kartowiharjo. Dengan tembang dan suara merdu bak buluh perindu Romo Panutan menjawab,”Tirto Wiyat, Sida Guri Manca Warna, Edan Kula, Kepilut Luwesing Basa, Petis Manis, Sarining Kaca Benggala, Aja Ngucap Yen Durung Weruh Ing Rasa “ Para pembaca tidak mudah alih bahasa tembang tersebut diatas sebab itu Sastera Jawa Kuna, penulis sendiri orang Jawa tetapi dengan jujur mengakui kurang paham isi jawaban Romo Panutan tersebut. Penulis pernah bertanya kepada Bpk.Pujosuwito (pembimbing / penyuluh, yang penulis berguru kepada beliau yang sekarang sudah meninggal pada tahun 1993 alam usia 81 tahun. Beliau juga menulis judulnya, “Kawruh Ngelmu Kasuksman Pran-Soeh” tebal sekitar dua ratus halaman isinya komplit / lengkap sekali dalam bahasa Jawa, sederhana. Pak Pujosuwito murid kesayangan Romo Panutan).
    Kita kembali keatas, tapsir jawaban tembang diatas,”Kalau Saya Tertarik Kata-katamu, Tata Bahasamu Yang Indah dan Teratur Rapi, Hapal dan Fasih, Dengan Sangat Menarik Tutur Bahasamu, Artinya Saya Sudah Gila Kalau Sampai Terpengaruh Kata-katamu Tadi.” Itu tadi jawaban Romo Panutan terhadap rayuan Kartowiharjo, kemudian Kartowiharjo diberi pertanyaan bertubi-tubi oleh Romo Panutan. Kartowiharjo bungkam seribu bahasa hanya menundukkan kepala. Romo Panutan menanyakan, “Apa makna Taawud? Apa makna Surat Ekhlas? Apa makna Surat Anas? Apa makna Surat Al Fatekhah? Siapa yang tahu Jin yang lengket didada manusia? Allah itu menyatu, siapa yang menyatukan? Dan siapa yang pernah membuktikan kalau Allah itu satu?” Romo melanjutkan pertanyaan, “Apakah sudah ada yang menyaksikan kalau Nabi Muhammad itu Utusan Tuhan? Ini bicara hal-hal yang nyata, bukan hanya hapalan dan menafsir kata-kata. Saya berkeyakinan didunia ini tidak ada yang bisa membuktikan masalah ini (jang suka main-main, kalau belum membuktikan / menyaksikan sendiri akhirnya kita percaya dengan kata-katanya. Ingat masalah bekal mati mutlak harus dipersiapkan sebelumnya, sebab mati bukan katanya, mati itu pasti / wajib).
    Romo Panutan masih memberi penjelasan panjang lebar kepada Kartowiharjo,”Pembuktian masalah ini (goib) kalau tidak dengan cara-cara saya (metode) tidak akan bisa. Soal surga neraka itu urusan nanti, sekarang saja tidak mengerti, ingin ikut Nabi Muhammad. Sekarang Nabi Muhammad Suksmanya ada dimana? Postur tinggi besarnya kalau dibandingkan saya lebih tinggi siapa? Selisih berapa senti tingginya? Saya pastikan tidak ada yang tahu / tidak ada yang bisa. Ya karena tidak tahu cara-caranya, padahal persiapan untuk menghadap Kanjeng Nabi Muhammad waktu masih hidup didunia  seperti penulis dan kadang golongan sudah bisa membuktikan seperti pertanyaan Romo Panutan tersebut. Setiap umat manusia mestinya harus mengenal para Suksma Nabi, orang Nasrani harus belajar bertemu dengan Suksma Nabi Isa, orang Budha harus bisa bertemu dengan Suksma Sidharta Gautama, begitu pula Suksma Khong Hu Chu orang Tiong Hoa harus belajar sebelum meninggal, orang Hindu harus bisa bertemu dengan Suksma Guru Panutannya masing-masing. Pendek kata semua orang harus, harus, harus bertemu Suksma salah satu Nabi tersebut diatas. Penulispun harus bisa bertemu salah satu Suksma Suci Nabi-nabi tersebut, bagi penulis dan teman-teman kadang golongan yang telah membuktikan adanya Utusan / Nabi tersebut bertemu salah satu dari Suksma Suci tersebut, ketemu salah satu dari Suksma Suci tersebut sangat berterima kasih kepada Tuhan. Apalagi bisa bertemu semuanya sekaligus, berderet ada berapa Nabi mungkin kurang lebih dua puluh lima kalau tidak salah. Keuntungannya bertemu Suksma Nabi (pasti di Alam Mimpi) bangun tidur segar bugar rasa badan, dosa yang telah diperbuat lenyap, tinggal dosa baru yang akan datang yang kita jalani. Kenapa dosa bisa lenyap (dosa kita hilang, dimaafkan)?
    Begini logikanya, untuk menghadap Suksma Utusan Tuhan / Suksma Nabi yang didada kiri Nabi / Utusan Tuhan ada “A” bersinar perlu orang yang sangat bersih dari tindak kejahatan. Umat tersebut harus menepati Angger-angger sebelas, empat larangan dan tujuh kewajiban disertai wajib puasa habis-habisan / mengekang napsu habis-habisan, sehingga harus imbang sama dengan yang akan kita temui kadar kesuciannya. Artinya kalau Suksma kita sampai bisa bertemu dengan yang mempunyai Wahyu “A” bersinar artinya Suksma kita sama kan dengan yang akan kita temui, artinya sejenis, Suci ketemu Yang Maha Suci. Sudah pernah penulis singgung diatas, “Secara Ilmu Kimia hal yang tidak sejenis tidak akan bersenyawa, contoh minyak (zat cair) kira-kira kalau dicampur dengan air apa bisa larut? Tidak mungkin kan, karena biarpun sama-sama zat cair, kalau diteliti / diuarai lain unsurnya, (pengalaman praktek di SMP saya, waktu masih sekolah). Begitu pula untuk menghadap Utusan Tuhan yang Super Suci itu kita harus merayap sedikit demi sedikit bertobat, berpuasa, tidak melakukan pelanggaran yang menyangkut larangan tadi. Nanti dengan dibantu para penyuluh (pembimbing yang telah lulus Ilmu Tiga Perangkat) dan dibantun kadang golongan lama kelamaan akan bisa menghadap Suksama Utusan Tuhan, itu yang namanya belajar, belajar, belajar. Oleh karena dalam menghayati Ilmu Tiga Perangkat gurunya bukan manusia (karena mimpi itu yang memberi  Tuhan) makanya daya gunanya luar biasa. Pertama untuk kepentingan hidup didunia misalnya pekerjaan, tempat tinggal, isteri / suami, ketentraman rumah tangga, jodoh, kesehatan pendek kata untuk keperluan orang hidup. Kedua, kembali asal Urip (Hidup) kita di Alam Akhir / tempat Suksma kita menghadap Tuhan, mungkin bisa disisi Tuhan, dipangkuan Tuhan, bahkan manunggal (menyatu) dengan Tuhan. Kalau Tuhan menghendaki bisa kembali ke bumi lagi hidup kembali lagi di dunia (berganti jasad) pindah kesuatu wilayah, mungkin bisa berjodoh dengan isteri / suami yang dulu, mempunyai anak-anak juga anak yang dulu, atau ganti anak (artinya titipan Tuhan) atau bahkan tidak mempunyai anak misalnya, kita tidak tahu, sebab diatas hanya suatu contoh kehidupan manusia bisa berkali-kali. Kita boleh bertanya apa saja kepada Tuhan selama persyaratan memenuhi, Tuhan akan menjawab (karena Tuhan Pengasih Penyayang Maha segalanya).
    Pada waktu itu Kartowiharjo tidak menjawab sepatah katapun karena dia memang hanya belajar menghafal, memang kalau pengetahuan tentang hafalan luar biasa terjemahannya juga menguasai sebab setiap hari sudah diulang-ulang dihapalkan supaya kalau mengajar murid-muridnya supaya tidak malu, apalagi kalau khotbah harus menguasai segalanya juga harus mempunyai wibawa, pandai bicara dan yang jelas harus ada humor yang bisa menarik massa.
    Lain halnya bicara tentang bekal mati, Alam Kubur dan Alam Akhir sekalipun bisa menerangkan dia sendiri belum pernah membuktikan, itulah kelemahannya, oleh karena itu waktu diberi pertanyaan macam-macam oleh Romo Panutan, Kartowiharjo tidak bisa menjawab, sebab bidang Kasuksman tidak pernah tersentuh olehnya. Karena metodenya memang tidak ada, kalau hapalan memang luar biasa banyaknya, akan tetapi bekal mati bukan urusan orang pandai menghapal, menghapal modalnya 1. Membaca, 2. Otaknya bisa merekam dan harus diulang-ulang, lain halnya bekal mati modalnya budhi pekerti dan harus dibuktikan adanya.
    Jadi mati sangat perlu latihan sebelum mati yang sbenarnya, orang Jawa sering bilang “Sinau mati sak jroning urip” artinya “Latihan mati pada waktu masih hidup.” Itulah Ilmu Tiga Perangkat yang harus dibuktikan yang nantinya sebagai kunci untuk berhubungan dengan Utusan Tuhan dan pada akhirnya bisa untuk bekal menghadap Tuhan.
    Kartowiharjo baru sadar, kalau selama ini ilmu yang dikuasai jauh dari harapan untuk bekal kembali menghadap Tuhan. Dia sportip mengaku keliru memahami makna dari hapalan yang selama ini dia pelajari. Dia bertekad akan membuktikan akan menyaksikan sendiri apa betul yang dikatakan Romo Rps Sastrosuwignyo tersebut. Dia sangat penasaran, dia malu kalau sampai tidak lulus, apalagi sudah berani beradu ilmu dengan beliau. Dia pikir akan menang melawan Romo Panutan, ternyata tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan Romo Panutan(sudah penulis katakan Romo Panutan sangat tahu apa yang akan terjadi bahkan batin manusia beliau tahu karena Wahyu Roh Suci / Wahyu Utusan sudah menyatu dengan beliau).
    Kartowiharjo langsung masuk menjadi kadang golongan. Romo Panutan memberi test pekerjaan batin kepada Kartowiharjo, dia disuruh mencari Suksma Kanjeng Nabi Muhammad di alam mimpi (alam halus). Hasil mimpinya berkali-kali selalu bertemu dengan Romo Rps Sastrosuwignyo. Awalnya dia bingung karena setiap mimpi hanya bertemu Romo Panutan, dimana Kanjeng Nabi Muhammad tidak pernah ada.
    Karto memang orang cerdas otaknya. Pantas pengaruhnya di desanya luar biasa. Lama kelamaan dia berpikir kalau antara Romo Rps Sastrosuwignyo dengan Nabi Muhammad sebetulnya adalah satu (tidak ada bedanya). Karowiharjo cepat sekali lulus (katam Ilmu Tiga Perangkat), Romo Panutan memberi tes bermacam-macam dia lulus. Kartowiharjo digembleng oleh Romo Panutan dijelaskan hubungannya antara Nabi-nabi jaman dahulu dengan beliau (Romo Rps Sastrosuwignyo). Begitu juga tentang Kitab-kitab Suci yang dulu, dijelaskan oleh Romo Panutan secara rinci sampai Kartowiharjo paham betul isinya. Kalau Kitab Pustaka Raja Purwa atau cerita tentang Wayang Purwa sebetulnya juga Kitab Suci sperti Al-Quran, gubahan oleh Sunan Kalijaga yang menceritakan perjalanan hidup para Nabi yang dahulu.
    Kartowiharjo menjadi tulang punggungnya Romo Panutan, di daerah Kedu karena pada awalnya memang seorang tokoh di daerah tersebut maka tidak mengherankan kalau Kartowiharjo juga cepat berpengaruh menyebarkan Ilmu yang baru timbul tersebut.
    Ada murid baru namanya R Sastromujono ahli karawitan juga ahli wayang kulit (wayang purwa). Romo Rps Sastrosuwignyo mulai mengembangkan ilmu dengan media wayang kulit, karawitan dan gendhing-gendhing Jawa, sebab waktu itu lagi marak kesenian Jawa tersebut. Setiap hari besar misalnya, hsri lahir Romo Panutan, peringatan Turunnya Wahyu Sejatining Puteri, Wahyu Sejatining Kakung dan Turunya Wahyu Roh Suci (Wahyu Utusan) selalu diperingati secara besar-besaran. Para kadang golongan yang sudah tersebar di beberapa daerah berkumpul bersenang-senang pada hari tersebut. Mereka bergotong royong mengumpulkan dana untuk mencukupi keperluan dalam hajat besar tersebut. Biasanya ada pentas wayang kulit semalam suntuk dengan dalangnya warga kadang golongan. Kartowiharjo yang sudah menjadi andalan Romo Panutan menjadi sentral dalam segala kesibukan yang berhubungan dengan hari-hari besar tersebut utamannya. Karena memang Kartowiharjo dipandang mampu dalam segala hal. Pada waktu pergelaran wayang kulit berjalan, Karowiharjo menyuruh Ki Dalang untuk berhenti sebentar karena akan diselingi membaca Kitab Suci Al Quran, sehabis itu sekaligus diterangkan isi ayat-ayat suci tersebut dengan bahasa Jawa (karena memang diwilayah Jawa Tengah). Ki Dalang dalam gendhingnya pun mulai tembang dan suluknya berisi salah satu Ilmu Tiga Perangkat.
    Sudah menjadi hal biasa sesuatu yang baru mesti ada yang pro dan kontra. Begitupula dengan pengembangan Ilmu Tiga Perangkat juga ada ganjalannya. Disitu juga pernah terjadi reaksi-reaksi keras dari sekelompok anggauta masyarakat yang tidak senang dengan perkembangan kadang golongan yang mulai merambah ke pelbagai wilayah Jawa Tengah. Mereka yang tidak senang karena tidak paham atau memang tidak butuh mengerti ajaran tersebut karena mungkin dinilai mengganggu atau mempengaruhi warga atau banyak anggautanya yang pindah ikut kadang golongan. Padahal sebetulnya mereka tidak pindah agama, agamanya tetap seperti semula. Sebab Ilmu Tiga Perangkat tujuannya sesuai petunjuk Raden Gunung Romo Pran-Soeh waktu menerimanya di Parangtritis “Nengahi Lakon, Para Lakon.” Arinya menjadi penengah segala Ilmu Kebatinan yang menuju sangkan paraning dumadi (menuju asal mula hidup kita). Jadi kadang golongan yang kebetulan umat beragama mendapat ilmu tambahan dan budhi pekertinya lebih tekontrol karena setiap saat ada yang mengarahkan, bagaimana menjadi orang yang baik lahir dan batin. Anggauta kadang golongan terdiri dari orang berbagai agama dan keyakinan (sampai saat ini pun masih seperti itu, kalau sedang berkumpul / sarasehan pada hari-hari besar mereka berdoa bersama dengan bahasa Jawa selanjutnya diterangkan mengenai Ilmu Tiga Perangkat dan sejarahnya Guru Agung Romo Rps Sastrosuwignyo). Jadi obyeknya Ilmu Tiga Perangkat bukan mengupas atau membahas tentang agama, sebab kadang golongan posisinya adalah penengah (Nengahi). Kalau penengah artinya tidak memihak harus adil dan bijaksana. Nengahi tugas para anggota kadang golongan antara lain sebagai berikut:
1.    Menjelaskan hal-hal yang masih samar atau ragu.
2.    Menegakkan hal yang masih miring atau condong.
3.    Meluruskan hal yang belok /bengkok.
4.    Memberi penerang bagi yang masih kegelapan.
5.    Adil dalam menilai sesuatu perbedaan yang salah, tetap disalahkan yang benar harus dinilai benar, akan tetapi harus tetap menjaga keharmonisan dan diupayakan harus menerima dengan ikhlas benar maupun salah.
Nah disitu beratnya hidup dimasyarakat yang sangat beragam keyakinan, suku dan agama. Tujuan para kadang golongan menuju Sempurna Lahir Batin, disisi lain ada yang ketakutan aggautanya berkurang karena turut belajar Ilmu Tiga Perangkat padahal mereka tidak ada yang berpindah agama, mereka sampai sekarang masih ibadah menurut agamanya masing-masing, hanya hari-hari tertentu mereka bergabung dengan teman-teman dalam Paguyuban khusus belajar mencari Ilmu Tiga Perangkat dengan metode mimpi.
    Penulis memberi contoh-contoh diatas, atas dasar pengalaman spiritual secara umum dari anggauta kadang golongan, bukan berarti mau menggurui atau mendikte para pembaca, apalagi menakut-nakuti, tidak sama sekali, karena didunia ini masih banyak bermunculan ilmu-ilmu yang lain, yang sama-sama dipertahankan oleh penganutnya masing-masing. Penulis hanya menceritakan asal muasal Ilmu Tiga Perangkat, daya gunanya untuk hidup di dunia dan bekal mati dikemudian hari.
    Kita kembali kepada perkembangan Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat, pada masa masih embrio, pernah terjadi tindak kekerasan yang menimpa kadang golongan, pada waktu mengadakan peringatan hari besar di desa Tambakbaya, Magelang. Setelah Kartowiharjo menjelaskan isi ayat suci dalam Kitab ternyata menimbulkan masalah besar banyak pihak-pihak yang tersinggung dengan cara-cara Kartowiharjo menerangkan Ilmu Tiga Perangkat dicampur dengan ayat-ayat suci, pada waktu pentas wayang kulit (Wayang Purwa). Mungkin Kartowiharjo khilaf atau memang disengaja menjelaskan isi (ayat-ayat suci tersebut). Atau mungkin antara Ilmu Tiga Perangkat ada saling hubungannya, kalau ditapsirkan salah satu dari Ilmu Tiga Perangkat tersebut, maklum Kartowiharjo adalah salah satu tokoh agama yang terkenal dan pasti sangat menguasai dalil-dalil agama. Akan tetapi mungkin dia lupa, pada waktu dia bicara dalam forum apa, mestinya harus melihat kondisi masa yang ada (yang hadir itu dari unsur apa). Kondisinya berbeda, pada waktu itu pagelaran wayang kulit yang penontonnya umum bukan satu golongan saja, meskipun itu hajatan kadang golongan diluar yang hadir masyarakat umum, sudah pasti ada yang tidak senang yang akhirnya mereka berteriak-teriak marah, panggung dilempari batu, sehigga pentas wayang kulit bubar. Malah pada waktu itu Romo Panutan juga hadir, lalu diungsikan keluar dengan kendaraan mobil, itupun masih diburu oleh masa, dilempari batu, sampai mobilnya pecah-pecah kacanya. Yang akibatnya para perusuh ditangkap aparat diproses peradilan dan dihukum, karena Romo Panutan tidak terima dengan perlakuan kekerasan seperti itu.
    Romo Rps Sastrosuwignyo tidak terima minta keadilan kepada Tuhan, sehingga untuk beberapa tahun di daerah Tambakbaya tempat pagelaran wayang kulit tadi mengalami kegagalan panen hasil pertanian, sehingga semua warga desa tersebut semua turut menanggung kerugian besar, padahal belum tentu semua benci kepada perkembangan Ilmu Tiga Perangkat tersebut.
    Ada kejadian lagi, ini terjadi di desa Tingal, dekat Candi Borobudur Jawa Tengah. Ceritanya begini, dalam acara peringatan hari besar, ada pagelaran wayang kulit. Romo Rps Sastrosuwigyo hadir, diantara penonton ada yang tidak senang, malah ada yang berani mengeluarkan kata-kata kurang enak yang ditujukan kepada Romo Panutan. Ada yang teriak,”Lha kae methongkrong kae bangkokane, lha kae celenge.” Teriakan dari penonton dengan bahasa Jawa tersebut diatas yang maksdnya “Itu yang duduk, itu pimpinannya, ya itu babi hutannya.” Romo panutan menjawab dengan sabar, “Aku ora isi apa-apa, kejaba mung nindakake dawuhe Gusti Allah. Sing muni celeng kowe, ngetokke tetembungan celeng. Dadi batine (ana kandhange) celeng.” Itu tadi jawaban Romo Panutan yang maksudnya kurang lebih begini, “Saya tidak bermaksud apa-apa (tidak bermaksud jahat), kecuali hanya mengikuti petunjuk Gusti Allah. Yang bicara celeng (babi hutan) kamu, mengeluarkan kata celeng, jadi batinmu memang isi celeng.”
    Selain itu dibelakang tempat duduk Romo Panutan juga ada yang sengaja menusuk / merusak dinding dibelakang tempat duduk Romo Panutan dengan bambu runcing ada yang melepas lebah ditempat pagelaran wayang kulit tersebut. Akan tetapi pesta malam itu berjalan sampai pagi. Orang yang membikin onar terus semuanya bubar dan pergi karena masa kadang golongan dari berbagai daerah sudah pada datang begitu pula aparat keamanan turut membantu pengamanan.
    Didaerah Muntilan, kadang golongan banyak yang beragama Katholik. Untuk mendidik pemeluk Katholik tersebut Romo Panutan mengarahkan sesuai kayakinannya sejalan dengan ajaran agama Katholik. Romo Panutan berpesan kepada pemeluk agama Katholik, yang juga ikut belajar mencari / membuktikan adanya Ilmu Tiga Perangkat. Mereka supaya memohon dapat bertemu dengan Suksma Sucinya Gusti Yesus. Waktu berjalan penghayatan mereka banyak yang berhasil mendapat petunjuk lewat mimpi kemudian hasil mimpinya dilaporkan Guru Agung Romo Panutan. Mimpi mereka semuanya sama, berkali-kali didalam mimpi mereka bertemu dengan Romo Rps Sastrosuwignyo. Romo Panutan melihat isi hati semua manusia, kalau masih ada yang ragu-ragu disuruh mengulang memohon lagi kepada Tuhan yang sejelas-jelasnya siapa sebenarnya Suksma Suci Gusti Yesus tersebut. Setelah hasilnya sama tidak berubah dialam mimpi selalu bertemu dengan Romo Panutan murid-murid Katholik tadi baru sadar bahwa Romo Rps Sastrosuwignyo adalah re-inkarnasinya Gusti Yesus. Mereka baru ingat dalam ajaran agama mereka, Gusti Yesus pernah berjanji bahwa nanti akan kembali ke dunia memang betul adanya, Tuhan selalu menepati janjinya. Dengan pembuktian warga Katholik tersebut paling tidak sebagian kecil sudah bisa membuktikan bisa bertatap muka, bisa berdialog, bahkan bisa bercanda bebas tidak perlu takut, sebab Romo Panutan sangat menyenangkan dalam segala hal. Ingin berjumpa dengan beliau sangat mudah selama murid tadi berbudhi luhur dan tidak melanggar larangan angger-angger sebelas. Bilaman melanggar Romo Panutan pasti tahu dan mustahil kalau bertemu ke rumah Romo Panutan ditemui, ibaratnya murid tersebut bermalam di rumah Romo Panutan, beliau pasti tidak kelihatan. Akan tetapi sebaliknya yang terjadi, ketika seorang murid penghayatan mencari Ilmu Tiga Perangkat dengan kamauan keras seperti Raden Gunung (Panutan masih remaja), murid tersebut pasti dicari oleh Romo Panutan, paling tidak Panutan berpesan dengan murid terdekat, supaya si B yang sedang tekun mencari ilmu tadi diminta pleh Romo Panutan untuk menghadap ke rumah beliau. Disini penulis sudah dua kali menyinggung siapa sebenarnya almarhum Romo Resi Pran-Soeh Sastrosuwignyo itu. Pertama Suksma Sucinya sama dengan Suksma Sucinya Kanjeng Nabi Muhammad, kedua Suksma Sucinya sama dengan Suksma Sucinya Gusti Yesus, juga sama dengan Suksma Nabi-nabi yang ada (sudah barang tentu menurut mata batin penulis). Para pembaca boleh bertanya saksi hidup masih ada dan banyak berada di Indonesia atau kalau ingin membuktikan itu lebih bagus supaya puas tidak penasaran. Sudah banyak yang bersaksi jumlahnya beribu-ribu, semua umat beragama, sambil belajar mencari Ilmu Tiga Perangkat. Perlu dimengerti bahwa kalau sudah lulus / katam ilmu ini bisa untuk menangkal ilmu hitam yang dikirim orang kepada kita dan bisa untuk menolong orang yang kena ilmu santhet, tenung, tuju dan lain sebagainya, pendek kata ilmu dan perbuatan Napsu yang tujuanya untuk mencelakakan orang lain. Sudah barang tentu harus dimohon dahulu kita mohon petunjuk dari Tuhan jangan main hantam kromo siapa tahu yang minta tolong menipu kita atau ingin mencoba kita supaya kita mendapat malu, sabar dulu!!
Kita berdoa,”Ya Tuhan, apa betul orang yang minta tolong ini tulus.” Kalau mimpi kita jawabannya Ya, baru kita mulai puasa mohon kemurahan Tuhan dari mana asal penyakit ini datang dan apa obatnya / penangkalnya ya Tuhan.” Tidak susah kok!! Hanya persoalannya mohon keterangan kepada Tuhan beda dengan minta keterangan dengan keluarga kita, pasti dijawab, ya atau tidak. Untuk urusan dengan Tuhan tidak semudah itu, jawaban didapat bisa semalam, dua malam, bisa tiga malam. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya penulis minta tolong kadang golongan sekitar dua, tiga orang kalau perlu sebelas orang tidak masalah, biasanya mereka dimintai tolong senang sekali (padahal tidak mendapat upah lho!) Baru kalau sudah mendapat keterangan obat / penangkalnya diserahkan kepada si pemohon, cara-cara penggunaannya, apalagi kalau obat / penangkalnya yang memberi langsung dari Sucinya Romo Panutan, atau Suara tanpa Wujud, hasilnya sangat manjur (penulis berani jamin). Untuk itu siapapn jangan coba menipu atau menguji kalau memang minta tolong harus jujur (memang butuh) dan kami siap membantu sejauh bukan yang menyangkut Hukuman dari Utusan Tuhan karena karma. Penulis yakin para pembaca mungkin sudah ada gambaran / timbul pemahaman karena maksud / tujuan tulisan ini, akan tetapi jangan dulu percaya, pembaca harus membuktikan sendiri.
    Para kadang golongan yang beragama Katholik setelan banyak yang katam, sekarang baru mengerti dan paham, ternyata untuk bertemu dengan Sang Penebus Dosa adanya di alam mimpi (kasuksman), begitu pula dengan Cahaya Tuhan adanya dialam Sasmita Maya (mimpi). Sudah barang tentu pengertian Ilmu Tiga Perangkat tersebut hanya terbatas bagi kadang golngan yang beragama Katholik, kalau yang tidak belajar Ilmu Tiga Perangkat (atau tidak tertarik untuk belajar) tidak perlu mempersoalkan ajaran tersebut yang nantinya akan timbul silang pendapat sebab kalau memang terpanggil mereka akan datang sendiri apalagi ini kebutuhan pribadi, untuk bekal prbadi, harus mencari sendiri, menyaksikan sendiri, melihat sendiri.
    Perkembangan Ilmu Tiga Perangkat yang digali Romo Panutan tidak mudah karena didunia ini kalau kita bicara jujur sangat jarang sekali tertarik ajaran Romo Panutan tersebut. Coba saja kita amati perilaku umat manusia yang banyak menyimpang mungkin kalau tidak mempunyai cita-cita kembali kepangkuan Tuhan mungkin berat rasanya untuk mengahyati (belajar) ilmu tersebut. Sebab hampir semua orang di dunia ini yang kita kejar kepentingan Napsu, materi, duniawi dan itu wajar sekali sebab itu kenyataan yang kita hadapi, kita rasakan. Untuk urusan mati (bekal mati) itu nomer sekian sebab proses dialam kematian memang tidak ada yang tahu, sehingga manusia tidak perlu takut, sebab ceritera di Alam Kubur, Alam Akhir masih simpang siur.
    Memang umum sudah tahu, orang kalau di dunia baik, jujur, suka mengalah, suka menolong, rajin ibadah sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing itu standar masuk surga. Akan tetapi standar diatas yang menilai bukan kita lho! Yang menilai itu Tuhan, sedangkan Tuhan sifatnya adil. Karena adilnya itulah kita tidak bisa merayu tidak bisa minta belas kasihan kalau kita tidak mempersiapkan sebelum mati. Kalau memenuhi syarat, detik itu juga langsung menghadap Utusan Tuhan lalu diantar ke pangkuan Tuhan, tidak menunggu besok, lusa, kapan-kapan itu tidak, detik itu juga langsung ke Alam Akhir iya Alam Wiwitan (alam permulaan) tempat asal Suksma Suci manusia. Disana tidak ada antrian seperti di jalan tol, Tuhan Maha Kuasa detik itu satu miliar orang meninggal detik itu juga mereka mendapat tempat sesuai amal perbuatan di alam dunia.
    Sangat perlu diketahui Ilmu Tiga Perangkat selama ini ada memang baru Romo Panutan yang bisa menggali, pada masa-masa sebelumnya memang sudah ada yang membuka rahasia tersebut akan tetapi tidak sempurna, seperti Sultan Agung hanya bisa bertemu dengan “wanita ratu” (disebut Ratu Kidul) yang sebetulnya itu Napsunya sendiri, sedangkan Raden Gunung juga bertemu “wanita ratu” tersebut yang itu juga Napsunya sendiri (Wahyu Sejatining Puteri” artinya antara Raden Gunung Romo Pran-Soeh dengan Sultan Agung adalah sama. Jelasnya Raden Gunung re-inkarnasinya Sultan Agung dari Kerajaan Mataram, sebab mempunyai Napsu yang sama yaitu “wanita ratu” tadi. Kalau orang biasa orang pria Napsunya juga pria (laki-laki). Untuk Raden Gunung (yang setelah tua menjadi Romo Rps Sastrosuwignyo) dan Sultan Agung dari Mataram (Raja Mataram 1613-1645) mempunyai Napsu dua pria dan wanita yang pernah penulis jelaskan diatas yaitu Wahyu Ilmu Sejatining Puteri dan Wahyu Ilmu Sejatining Kakung.
    Kalau kembali keawal riwayat perjalanan Romo Panutan yang penuh dengan suka dan duka, pada akirnya banyak orang-orang pintar, dukun, ahli kebatinan, yang muridnya banyak tersedot mengikuti ajaran Romo Panutan yang pada akhirnya timbul fitnah-fitnah, kebencian dan profokasi-profokasi yang menjurus tindak kekerasan meskipun tidak sampai terjadi kontak fisik dengan kadang golongan. Sebab murid-murid Romo Panutan memang dididik santun, ramah dan mengalah, semua hanya berserah diri kepada Tuhan Yang Mahaesa. Memang tindakan tidak terpuji sudah timbul seumur manusia yang ada di dunia, untuk menghadapi / menyikapi hal tersebut Panutan dan murid-murid tidak tinggal diam, yang jelas minta pengadilan kepada Tuhan, juga dilaporkan ke penegak hukum yang akhirnya sampai di meja hijau mereka yang memfitnah akhirnya mendapat hukuman.
    R Sastromujono membantu Romo Rps Sastrosuwignyo di daerah Godhean sebelah barat laut kota Yogya. Kemudian mendapat teman namanya Secaharjono. Kemudian dari desa Temanggung, Jalakan ada kadang golongan baru namanya Harjosudarmo (kelak menjadi besan Romo Panutan).
    Kadang golongan sudah beribu-ribu. Kartowiharjo dan R Sastromujono kurang mampu menghimpun murid-murid mungkin tidak menguasai metode memimpin mungkin belum ada kader yang bagus untuk memimpin. Karena masa itu masih dijajah Belanda (Nedherland) sehingga orang yang pandai sangat sedikit. Melihat perkembangan pesatnya ajaran Rps Sastrosuwignyo, Pemerintah Kolonial Belanda tetap mengawasi dengan ketat, namun Belanda tidak melihat ajaran tersebut sebagai ancaman, karena disitu intinya mendidik manusia seutuhnya lahir dan batin, hal yang mustahil kalau ada pihak-pihak yang dirugikan kecuali orang-orang yang sempit cara pandangnya karena khawatir jangan-jangan semua orang akan mengikuti ajaran Romo Panutan, hal itu pasti tidak mungkin terjadi sebab manusia sudah mempunyai kodratnya masing-masing mempunyai paham.
    Pemerintah pada waktu itu memberi petunjuk kepada aparatnya untuk jangan menganggu perkembangan meluasnya ajara Ilmu Tiga Perangkat apalagi Pemerintah menyaksikan sendiri bahwa Rps Sastrosuwignyo orang linuwih (orang mempunyai kelebihan) dengan budhi pekerti baik (tidak diragukan lagi) selama beliau menjabat Carik Desa, yang selalu berpindah-pindah wilayah, beliau tetap dipilih rakyat untuk menduduki jabatan tersebut, dan beliau belum pernah melakukan kesalahan apalagi tindak kejahatan. Oleh karena itu pemerintah melindungi Romo Panutan dan ajarannya.
    Pada waktu itu tahun 1931-1936 Ilmu Tiga Perangkat banyak diminati warga khususnya didaerah Jawa Tengah dan Ygyakarta khususnya didaerah Gunung Kidul sebelah tenggara kota Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar