Rabu, 16 Mei 2012

BAB XIV KADANG GOLONGAN (O.M.M.) MENJELANG PERANG DUNIA KE II DAN PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG

Setelah terbentuk organisasi O.M.M. semakin memudahkan perkembangan Ilmu Tiga Perangkat, semua masalah yang timbul baik urusan warga maupun yang berhubungan dengan Pemerintah dan keyakinan dari kelompok lain diselesaikan dengan mudah dan cepat. Apalagi yang menyangkut kerukunan umat, OMM selalu menjadi penengah yang bijaksana. Pada waktu itu masa-masa perang utamanya di daratan Eropa. Di Hindia Belanda (Indonesia), Belanda takluk dengan Jepang hampir tidak ada perlawanan. Indonesia lepas dari mulut buaya masuk mulut kuda nil. Jepang kejamnya minta ampun dengan kedok persaudaraan antara saudara tua dan saudara muda. Kekayaan alam Indonesia habis dikuras tidak tersisa, penyakit, kelaparan, kematian manusia diperkirakan mencapai jutaan orang. Mungkin kalau tidak dikalahkan oleh Amerika (dibom), rakyat Indonesia dua tahu lagi pasti habis mati kelaparan. Para murid Romo Panutan tidak tinggal diam disamping bergabung dalam pasukan PETA (yang muda-muda) para sesepuh giat melakukan puasa supaya penjajahan cepat hilang dimuka bumi Indonesia. Sebab para kadang golongan tidak mau dijajah secara batin (oleh Napsu angkara murka) juga tidak mau dijajah secara lahir / fisik.
    Romo Panutan mengerti penderitaan para murid-muridnya. Oleh karena itu kesenian karawitan, wayang kulit terus-terusan dipagelarkan dengan judul berisi sindiran-sindiran yang ditujukan kapada para penjajah lahir, misalnya murid-muridnya disuruh sering membaca Pusaka Puji Langgeng yang daya gunanya bisa mengusir roh jahat dan bisa untuk mejauhkan penyakit dan mara bahaya. Gendhing Jawa seperti Tri Asmara Tunggal, Tri Pusara Muda (ciptaan Romo Panutan manjur untuk segala keperluan asal kuat puasanya).
    Gubahan cerita wayang kulit dengan judul “Srikandi Racut” sebagai sindiran bahwa Ratu Putri Wilhelmina turun dari dampar keraton, yang artinya Belanda akan hengkang dari Indonesia. Judul “Guru Kawiyak”, sebagai sindiran bahwa Jepang yang ke Indonesia dengan kedok mendidik rakyat Indonesia sebetulnya akan menjajah dan menjarah dan mengumbar angkara murka mereka dan ujung-ujungnya akan ketahuan belangnya dan mengalami nasib yang sangat menderita. Menjelang runtuhnya pemerintah Kolonial Belanda SMH Sirwoko membuat buku “Garan Pusaka Batin” yang isinya menjelaskan Rahasia Ilmu Tiga Perangkat yang digali oleh Romo Rps Sastrosuwignyo dan cara-cara pokok utuk membuktikan adanya Ilmu Tiga Perangkat. Martawiyoga menulis “Kunci Pusaka Batin” yang isinya hampir sama dengan karya SMH Sirwoko namun ditambah dengan rapal / amalan.
    Dengan demikian setelah kedua buku tersebut dicetak terus disebar luaskan kepelosok daerah untuk pedoman penghayatan lahir / batin, sehingga menambah wawasan kadang golongan yang tempat tinggalnya jauh dari jangkauan para pengurus OMM. Oleh karena kedua buku tersebut memang untuk mendidik budhi pekerti umat manusia maka boleh dibaca oleh anggauta masyarakat umum, karena isinya memang tidak menyinggung perasaan umat manusia pada umumnya.
    Menjelang pasukan Jepang tiba di Indonesia, Romo Panutan memberi petunjuk kepada murid-muridnya mohon bertemu dengan Juru Selamat. Sebagian murid yang sudah katam cepat tanggap dengan perintah Romo Panutan tersebut, tidak lama lagi pasti ada bahaya. Pengurus OMM segera menyebarkan berita keseluruh kadang golongan supaya siap-siap batin, puasa, tidur disembarang tempat, mohon perlindungan dari Tuhan. Romo Panutan sudah tahu memang sudah kodrat Indonesia dijajah Jepang. Prabu Jayabaya, peramal ulung Raja Kediri sekitar tahun 1200 sudah meramalkan hal itu, namun hanya seumur jagung Indonesia dijajah Jepang (ternyata jagung jaman dulu umurnya tiga setengah tahun). Jepang dengan cepat menguasai Indonesia di kota Muntilan serdadu Jepang menurut cerita para sesepuh terkenal sangat kejam. Warga setempat tidak ada yang berani menemui apalagi memang tidak mengerti bahasanya. Atas permintaan pejabat pemerintah setempat, Romo Panutan diminta untuk menemui serdadu Jepang tersebut. Romo Panutan menyanggupi dengan ditemani orang banyak. Romo Panutan tidak mengerti bahasa Jepang akan tetapi Romo Panutan tahu isi hati para serdadu Jepang tersebut, memang terlihat lucu tetapi berjalan lancar. Jepang sangat memperhatikan OMM terbukti SMH Sirwoko dan Martaradana sering dipanggil di kantor Kepolisian Jepang, Kantor Kempei Tai dan kantor Kochi. Malah pembesar Kantor Urusan Agama Pusat dari Jakarta khusus datang ke Semanu khusus untuk meneliti OMM. Pejabat agama tadi namanya Abdul Muiam Inada (ternyata ada juga serdadu Jepang yang muslim).
    Karena sebelumnya SMH Sirwoko sudah mendapat petunjuk dari Tuhan bahwa utusan dari Kantor Agama tersebut bertujuan jahad, maka SMH Sirwoko ngumpet di pegunungan Seribu yang jauh dari kota Semanu.
    Pada masa-masa yang sangat menekan karena penjajahan Jepang kadang golongan semakin mendekat kepada Tuhan untuk memohon perlindungan supaya selamat lahir dan batin Romo Rps Sastrosuwignyo memberi petunjuk kepada murid-muridnya jangan sampai ada yang melanggar larangan dan menambah tirakat (puasa), murid-murid sangat taat tidak ada yang berani melanggar sama sekali sebab pasti akan mendapat masalah. SMH Sirwoko selaku sesepuh OMM memerintahkan kepada pemuda / pemudi yang sudah dewasa untuk menunda perkawinan untuk beberapa tahun. Sudah pasti anjuran tersebut sangat berat bagi yang sudah mempunyai rencana berumah tangga. Bagaimanapun beratnya para warga kadang golongan tetap taat pada larangan tersebut memang ada satu dua yang melanggar karena dengan alasan-alasan tertentu. Mengapa ada larangan tersebut? Para katam sebagian memohon keterangan kepada Tuhan, setelah mendapat keterangan baru mereka puas. Yang belum mendapat petunjuk lalu diberi keterangan disuruh menyaksikan tahun-tahun kedepan pasti ada kejadian yang sangat dirahasiakan. Pemerintah Jepang semakin kejam. OMM selalu diikuti para petugas intelijen. Para murid jarang sekali berani menghadap Romo Panutan, karena diawasi Jepang. Karena Jepang mengetahui isi dari ilmu yang dipelajari murid-murid kadang golongan sehingga pemerintah Jepang takut boroknya ketahuan. Para anggauta OMM hanya bergiliran untuk menghadap Romo Rps Sastrosuwignyo itupun harus memakai setrategi supaya tidak tercium oleh antek-antek Jepang. Pada waktu menjelang bahaya kelaparan Romo Panutan sudah memberi perlambang kepada murid-muridnya. Beliau memakai pakaian yang kumal dan sobek-sobek disertai disertai makan nasi singkong (ketela) yang biasanya selama ini Romo Panutan tidak biasa makan nasi gaplek (nasi yang bahannya dari singkong). Waktu itu Romo Panutan sedang mendatangi salah satu murid (sahabat yang sangat setya) namanya Sukirman Pudjosuwito di desa Jeruk, Wonosari. Romo Panutan tahu bahwa pemerintah Hitler akan ambruk dan saat matinya pemimpin Nazi tersebut murid-muridnya diberitahu dengan berbagai tanda dan kata-kata kiasan misalnya Romo Panutan mempunyai anjing Helder mati mendadak. Itu sebagai perlambang kalau Adolf Hitler sudah berakhir baik pemerintahannya maupun Hitler pribadi.
    Pada waktu itu Ilmu Tiga Perangkat sudah banyak dipelajari keluarga kerajaan Mataram. Untuk kadang golongan yang terdiri dari keluarga Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat tersebut Romo Panutan memberi pendidikan khusus maklum para bangsawan pada waktu itu dimasyarakat Jawa posisi di dalam masyarakat sangat dihormati, maklum karena keturunan Raja dan tempat tinggalnya pun pasti dilingkungan kerajaan. Statusnya pasti berbeda apalagi pada waktu itu Indonesia belum merdeka sehingga sistem feodal masih sangat dijaga oleh siapapun mungkin seperti kasta, sehingga meskipun sama-sama kadang golongan, hubungan trah bangsawan dengan orang desa pasti ada. Lain halnya untuk masa sekarang, keluarga kerajaan biasanya malu kalau nama depannya memakai simbol R (raden). Seperti penulis sendiri tidak pernah nama depan memakai simbol R karena penulis memang keturunan petani biasa bukan keturunan bangsawan.
    Untuk murid-murid (siswa) trah kerajaan Romo Panutan memberi perintah / tugas dengan bahasa Jawa halus,”Eyang dalem kanjeng Sultan Agung ing Mataram ingkang sumare ing Pajimatan Imogiri punika suksamanipun sapriki taksih lan saged dipun padosi. Suksma punika mboten kenging pejah, gesang langgeng. Langgeng tegesipun rumiyin wonten, sakpunika tirah wonten, ing saklajengipun tansah wonten kemawon. Mila kula aturi sami madosi. Nyuwun dhateng Gusti Allah kula tanggel mesti saged pinanggih. Semanten wau yen nggega lan miturut atur kula. Inggih punika lampahipun tumindak suci. Yen atur kula punika dora, kula purun dipun gantung ing alun-alun eler ngantos pejah lan balung-balung kula kajengipun nggegreki!!”
    Petunjuk dan perintah yang bertaruh nyawa tersebut memberi motifasi yang luar biasa besarnya terhadap kadang golongan dari warga bangsawan untuk betul-betul berniat membuktikan dengan hati suci dan jujur adapun perintah tersebut dalam bahasa Indonesia sebagai berikut, “ Kakek buyutmu sultan Agung dari Mataram yang sekarang dimakamkan di makam raja-raja di Jimatan, Imogiri, Suksamanya sekarang masih bisa dicari. Suksma tersebut masih kekal tidak bisa mati masih hidup kekal. Kekal artinya dulu ada, sekarang sangat-sangat ada yang selamanya tetap ada. Oleh karena itu silahkan mencari / membuktikan sendiri memohon kepada Tuhan, saya jamin pasti bisa bertemu (membuktikan). Kalau mau percaya dengan omongan saya dan menuruti perintah saya asal dengan syarat mau berbuat jujur dan suci. Kalau sampai yang saya katakan tadi bohong, saya siap mati digantung di alun-alun utara (depan keraton) sampai mati, sampai tulang belulang saya pada jatuh (rontok ketanah).”
    Setelah mendengar penjelasan Romo Rpsa Sastrosuwignyo yang sangat keras dan tajam tadi para murid dari keraton tadi terperangah dan tertegun. Itu tidak main-main mereka semakin serius untuk membuktikan apalagi yang dicari adalah Suksma Suci leluhurnya sendiri. Setelah itu banyak yang berhasil membuktikan sehingga sangat berpengaruh kepada kerabat-kerabat yang lain untuk membuktikannya. Hanya saja meskipun satu golongan antara trah kerajaan dengan murid-murid dari desa tetap tidak bisa berhubungan dengan bebas karena perbedaan status tadi, sehingga hanya Romo Panutan saja yang bisa erat dan akrab berhubungan dengan kaum bangsawan tersebut.
Kaum bangsawan tadi sering menghadap Romo Panutan hanya ada keperluan saja misalnya minta obat karena ada keluarganya yang sakit, mohon pangkat naik dan keperluan yang lain. Akan tetapi Romo Panutan dengan senang hati melayani murid-muridnya tersebut. Romo Panutan tidak mau mengecewakan siapapun.
    Didalam ajaran Ilmu Tiga Perangkat siapapun yang menyaksikan (berjumpa) Romo Rps Sastrosuwignyo, itu termasuk orang istimewa berbeda dengan orang-orang biasa, sebab orang yang kurang suci dan jujur mustahil bisa bertemu dengan Utusan (kecuali orang yang terpanggil).
 Pada akhirnya pemerintah Jepang mengakui dan tidak mengganggu Romo Rps Sastrosuwignyo bahkan, beliau mendapat surat penghargaan dari pemerintah Jepang, karena Romo Panutan sebagai ketua OMM dimulai sangat bagus karena mengajarkan ilmu kesucian, pemerintah Jepang mengetahui karena mendapat masukan dari para punggawa pemerintah setempat karena semua mengetahui kalau Romo Panutan memang orang suci dan sangat disayang  oleh semua anggota masyarakat Muntilan dan sekitatarnya. Masyarakat Kota Muntilan  umumnya banyak yang pernah dibantu oleh Romo Panutan dengan berbagai masalah dari masalah keluarga yang sakit, yang kekurangan, yang mendapat gangguan dari ilmu-ilmu hitam, ada yang ingin pekerjaan, ingin naik pangkat dan masih banyak persoalan-persoalan hidup yang mereka tidak biasa mengatasi yang akhirnya mereka minta bantiuan kepada Romo Panutan, sehingga tidak mengherankan kalau mereka menilai Romo Rps Sastrosuwignyo memang pengayoman warga.
Romo Panutan pernah memberi nasehat kepada tamu-tamu yang menghadap beliau (dalam bahasa Jawa): Kula aturi nyuwun kemawon kaliyan Gusti Allah yen saben badhe mapan sare, nyuwun pinanggih kaliyan ingkang nguwaosi pangkat (drajad), sawarnane pangkat ing ndonga puniko. Yen saget pinanggih, pangkat ingkang panjenengan sedyo tentu kadumugen, kula ingkang tanggal. Terjemahan ke dalam bahasa Indonesianya: “Saya persilahkan memohon kepada Gusti Allah, setiap akan tidur mohon bertemu dengan yang menguasai pangkat (derajat) manusia seluruh dunia ini (semua jenis pangkat apapun). Kalau bisa bertemu, pangkat yang kamu minta pasti akan terkabul, saya bertanggung jawab.” Kenyataan semua orang meminta naik pangkat atau meminta pekerjaan, asal di alam mimipi bisa bertemu dengan beliau dalam berpakaian yang komplit dan rapi, akan tetapi dalam posisi beliau tidak bertolak pinggang, tidak tertawa (apalagi giginya sampai kelihatan) dan perasaan kita tidak takut, tidak benci, tidak khawatir, tidak malu, tidak curiga, pendek kata rasa hati terlindungi oleh beliau, permohonannya sebentar lagi akan terkabul.
Namun sebaliknya kalau bertemu beliau kebalikan dengan diatas dengan Wahyu Sejatining Kakang (pusat kembalinya nyawa/napsu manusia). Jadi wujud sama akan tetapi berlawanan dalam segala hal. Hanya sayangnya masyarakat umum hanya minta kebutuhan dunia, mereka tidak mencari bekal mati dikemudian hari, kalau sudah terkabul permintannya, umumnya mereka lupa kepada kepada Romo Panutan. Banyak yang salah jalan mereka malah ada yang minta bantuan jin/setan, tidur di gua-gua, dimakam-makam keramat, supaya terkabul apa yang menjadi cita-citanya. Ada yang khusus mencari kebutuhan lahir tidak percaya Tuhan (setengah-setengah) mereka rajin bekerja, yang penting harta banyak, pangkat tinggi, gaji besar, kalau perlu isteri banyak. Jadi tidak memikirkan sama sekali hidup sesudah mati.
Memang tidak mudah hidup didunia untuk ukuran orang ingin kembali ke pangkuan Tuhan, sebab banyak yang harus dihindari berupa larangan. Untuk orang yang tidak memikirkan suksmanya ingin kembali ke Tuhan. Hidup itu mudah yang penting urusan napsu terpenuhi sudah puas, soal mati manusia tidak tahu karena tidak pernah belajar tentang ilmu ma’rifat.
Memang sebetulnya hidupdi  dunia itu ujian bagi umat manusia, kita mengalami hidup menurut kodrat dan kekuasaan Tuhan oleh karena itu kebanyakan yang kita kejar hanya memenuhi kebutuhan selama kehidupan di dunia, oleh karena itu dari kecil pasti disekolahkan sampai akhir remaja harus memiliki keahlian (ketrampilan) supaya mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahliannya dan mendapatkan gaji untuk memenuhi kebutuhan kelak sudah berkeluarga. Punya tempat tinggal, punya penghasilan pokok, punya kendaraan, kalau perlu menuntut ilmu sampai S1 atau S2. Seterusnya selama dia mampu dan mempunyai biaya untuk mencapai cita-citanya, tidak akan berhenti mencapai bintang-bintang di langit. Didalam kehidupan sehari-hari khususnya di Indonesia, menganut paham agama menjadi salah satu pegangan hidup, selain agama ada kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebab tanpa ber Tuhan hidup ini tidak akan tenang bagaimanapun bertimbun harta benda, hidup mewah selalu berlimpah, dihormati banyak orang bahkan ditakuti karena kekuasaannya kematian tidak bisa dihindarkan, dan semua yang selama ini kita kumpulkan sedikit demi sedikit setiap hari kita tinggalkan, harta itu selanjutnya jatuh ke anak cucu kita (kalau mempunyai anak cucu) kalau tidak mempunyai pasti menimbulkan sangketa diantara keluarga yang kita tinggalkan.
Yang pasti untuk menghadapi kematian pasti kita tidak tahu kapan kita akan meninggalkkan dunia fana ini. Diawal cerita, penulis telah memberi contoh almarhum Kakek dan ayah penulis, bahwa beliau akan meninggal sebelumnya sudah berpamitan 35 hari lagi akan meninggal (kakek) untuk ayah penulis sudah 3 kali dipanggil Tuhan, yang terakhir sudah tidak boleh mundur lagi, kenyataan memang tepat waktu, dengan posisi Tangan (SEDAKEP) dilipat didada terus meninggal sebelum meniggal banyak memberi pesan kepada anak cucu, yaitu harus jujur hidup itu, tolong menolong, tenggang rasa, jangan suka bertengkar, harus saling mengalah, orang yang suka mengalah, Tuhan pasti melindungi lahir bathin, hidup harus seimbang antara kebutuhan napsu (lahir) dengan bekal mati paling tidak 50 % untuk napsu 50% untuk bekal mati, harus sering mengalahkan napsu (puasa). Sebab puasa itu sama halnya rem manakala kita mengemudikan kendaraan, kalau kendaraan tanpa rem bisa masuk jurang, bahkan bisa mencelakakan orang lain (menabrak hingga tewas). Jadi kendaraan itu ibaratnya jasmani kita yang didalamnya ada nafsu (nyawa).
Itu tadi nasehat ayah saya menjelang beliau meninggal meskipun beliau hanya murid dari Romo Panutan beliau pernah di sabda oleh Romo Panutan: Kamu Jujur, nanti anak-anakmu akan mendapat kemulian. Itu kata almarhum ayah penulis tidak tahu apa yang disebut mendapat kemuliaan sampai sekarang penulis tidak tahu, mungkin itu hanya kemungkinan loh !, Penulis dan saudara kandung penulis, yang dua orang lagi bisa katam itu barangkali. Memang penulis rasakan dengan belajar ilmu tiga perangkat dan bisa katam, bagi penulis sperti mendapat emas 24 karat yang puluhan ton beratnya itu karena saking berharganya. Orang katam pernah bisa menembus dosa (karena bisa bertemu dengan sang penebus dosa). Hanya masalahnya, setelah katam bissa bertahan apa tidak,  kalau melakukan pelanggaran utamanya berjina, 100 % mendapat siksaan dialam kubur bagian paling bawah, dan suksma yang seharusnya menghadap Tuhan, dia tidak bisa menghadap, posisi suksma terbelenggu oleh si nyawa (napsu) itulah yang disebut hidup itu tidak mudah bagi yang mengetahui rahasia hidup dan rahasia mati, sebab yang pria diganggu wanita, yang wanita diganggu pria, itu sepanjang masa dan kejadian itu prosesnya sangat mudah.
Tetapi sebaliknya manusia yang sudah katam dan bisa bertahan menghindari 4 larangan dan memenuhi 7 kewajiban dan selalu menjalankan tirakat/puasa, setelah meninggal bisa untuk menentukan hidup di kemudian kelak (hidup Manitis) atau REINKARNASI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar