Rabu, 16 Mei 2012

BAB XV KADANG GOLONGAN DALAM TURUT SERTA MENGISI KEMERDEKAAN SETELAH PROKLAMASI 17 AGUSTUS 1945

Jepang akhirnya bertekuk lutut setelah di bom sekutu/AS Cs. Kadang golongan menyambut alam kemerdekaan dengan sangat antusias, Indonesia menjadi negara merdeka bebas dari penindasan bangsa asing, 350 tahun oleh kolonial Belanda dan Jepang 3,5 tahun oleh Jepang. Bahkan Inggris pada abat 17 juga pernah menjajah Indonesia, Itu hasil doa para Kadang golongan dan mendapat restu dari Romo Rps Sastrosuwignyo penjajah Jepang 3,5 tahun hampir memusnahkan Bangsa Indonesia, ada keuntungan bagi para pemuda yang pada waktu itu ikut pendidikan militer yang sangat keras dankejam membangkitkan Patriotisme yang luar biasa, itulah ciri khas Indonesia, semakin ditekan Dia akan semakin keras jiwanya. Para pemuda yang terkabung dalam pengayoman OMM tidak mau gegabah mereka mau bertindak berdasarkan petunjuk dari Romo Panutan, Beliau memberi pengarahan, ini saatnya bersiap diri untuk perangmelawan napsu/angkara napsu murka didunia. Beliau mengetahui apa yang akan terjadi setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, para Pemuda telah siap menghadapi segala kemungkinan untuk mempertahankan kemerdekaan, berbagai upaya sesuai dengan kemampuan pemuda-pemuda tersebut.
Benar saja sehabis proklamasi terntara sekutu masuk malalui Pelabuhan Tanjung Perak, Perang pecah di Surabaya, Rakyat Indonesia yang sudah mempunyai pengalaman pahit selalu ditindas oleh Bangsa Asing, bangkit serentak melawan pasukan sekutu, yang ternyata Pasukan Belanda juga turut membonceng di belakang untuk mengulangi lagi untuk menjajah Indonesia.
Dengan persenjataan apa adanya, terutama bambu runcing para pemuda melawan penjajahan yang bersenjatakan kendaraan lapis baja dan meriam, hampir 40.000 tentara rakyatgugur pada pertempuran 10 November  tersebut. Disamping pemuda-pemuda pria dan wanita bertempur, orang-orang tua digaris belakang berdoa kepada Tuhan untuk keselamatan Bangsa Indonesia. Di Jogyakarta bertempat Ambarukma  di bentuk asrama kyai-kyai dan para ahli kebatinan selama 21 hari mereka tugasnya tirakat
(puasa) untuk memohon keselamatan Republik Indonesia yang baru lahir itu. Kadang golongan mengirim beberapa orang untuk turut bergabung dalam asrama kyai-kyai tersebut antara lain:
1.    Martasuwita.
2.    Suryaningrat (Bupati Gunung Kidul) .
3.    Pujosuwito.
4.    Martaradana
5.    Harja Sanjaya.
Kemudian para pemuda dibekali syarat untuk maju di medan laga antara lain JANUR KUNING, untuk ikat kepala, supaya dalam pertempuran mendapat kemenangan dan selamat, disitulah para pemuda keberaniannya timbul tidak pernah takut menghadapi musuh dalam peperangan. Dalam KNI (Komite Nasional Indonesia) OMM turut aktif didalamnya. Romo Panutan semakin sibuk melayani pemuda-pemuda yang akan terjun di medan perang, mereka minta bekal supaya mendapatkan kemenangan. Kemudian para tokoh yang turut asrama kyai-kyai di Ambarukma, memberikan pegangan (Piyandel Jawa) berupa Cemeti (Ceten) untuk bekal bekal di medan perang ternyata pemuda-pemuda yang membawa syarat CEMETI dimana-mana sukses dalam pertempuran, biarpun mereka di bombardir dengan meriam/senjata berat mereka bersorak sorai menyambut dengann keberanian yang luar biasa dan aneh ajaib mereka tidak ada cidera.
Pembaca yang budiman , disini penulis sengaja memaparkan isi sejarah bukan mengada-ada, sebab disitu kadang golongan sangat aktif didalam kancah perjuangan, sebab di dalam angger-angger (11) bagian kedua tertulis 7 kewajiban, pada No. 2 yang isinya bela negara. Jadi harus bertanggung jawab apapun akibatnya. Pada waktu kota Magelang (dekat kota Muntilan) diduduki tentara Sekutu (Gurkha), para pejabat pemerintahan tokoh-tokoh pejuang menghadap Romo Rps Sastrosuwignyo, supaya beliau dengan cara apapun supaya pasukan Gurkha tadi pergi dari kota Magelang dan sekitarnya (Gurkha sangat kejam). Romo Panutan bersedia namun beliau minta diantar ke alun-alun Magelang. Pada waktu itu tidak ada mobil sehingga Romo Panutan naik delman (dokar yang ditarik kuda). Romo Panutan berdua dengan WEDANA Muntilan namanya Bapak Budiman sekaligus sebagai Sais (Kusir dokar) diperjalanan petugas keamanan tidak mengijinkanRomo Panutan untuk menuju kota Magelang, karena pertempuran sedang berkecamuk dengan sengit, terutama di kotaAmbarama dikepung oleh para pejuang dari empat penjuru, bunyi meriam dan tembakan sangat jelas terdengan dari selatan kota Magelang, Romo Panutan meyakinkan kepada petugas keamanan dari para pejuang, bahwa tidak perlu kwatir dengan keselamatan beliau, akhirnya Romo Panutan sampai di alun-alunMagelang. Romo Panutan sesampai di Alun-alun langsung turun dari dokar menuju ketengah alun-alun, beliau membuang tumbal (syarat) dan mengeluarkan kesaktiannya seperti waktu bertempur melawan Ratu Kidul , ketika beliau masih bernama Raden Gunung. Setelah itu langit mendadak gelap gulita hujan angin, kilat, petir bersautan seperti akan menyapu kota Magelang dan sekitarnya, yang akhirnya pasukan Gurkha  karena ketakutan dengan kejadian alam yang mendadaktersebut, panik dan mundur ke utara, ke kota Semarang. Romo Panutan terus kembali ke Muntilan para murid dan para pejuang menanyakan apa yang terjadi di Magelang?, Romo Panutan memberikan jawaban dengan senyum dan rendah hari dan Beliau berkata, “ Dudu, aku , kang bisangundur ake Gurkasaka Magelang, koe lho, bocah-bocah enom, gagah-gagah isih semengit, kendel, lan banter-banter nduwe prabawa, nekakake udan, bledheg, gurka banjur miris, wusana mundur “. Yang artinya : Bukan saya yang mengalahkan sampai gurkha mundur dari Magelang, itu loh, anak-anak muda gagah berjiwa patriot dan pemberani, c ekatan dan gesit-gesit yang sangat berwibawa, dan bisa mendatangkan hujan, guntur, gurkha sangat takut dan akhirnya mundur”.
Padahal itu ilmu yang digunakan Romo Panutan dalam posisi terjepit dan terpaksa yang sangat jarang digunakan kalau tidak sangat genting.
Untuk murid-murid yang sudah katam semua juga di beri ilmu tersebut dan boleh digunakan pada saat-saat tertentu saja. Pada masa-masa perang tersebut anak Romo Panutan ada dua orang yang menjadi pejuang turut terjun dimedan laga, dan sudah pasti mendapatkan ilmu dan pegangan dari ayahnya ( Romo Panutan), oleh karenanya mereka berdua dalam keadaan tercepit musuh. Sekalipun mereka tetap bisa lolos dan selamat.
Setelah lepas dari penjajahan, OMM sudah mulai mengadakan rapat-rapat,  pertemuan-pertemuan. Padahal semenjak Jepang dan sekutu, praktis tidak diadakan pertemuan-pertemuan, hari-hari besar Rebo Paing/ hari lahirnya Romo Panutan, Jum’at Pon (Wahyu Sejatining Putri) dan jumat Kliwon (turunnya wahyu Sejatining Kakung dan Wahyu Roh Suci juga Wahyu utusan) mulai diperingati. Romo Panutan berkenan mengunjungi daerah-daerah seperti Temanggung (Sleman), Tempel, Godheyan dan Gunung Kidul. Pada waktu itu Gunung Kidul menjalar wabah penyakit pes, sudah ribuan nyawa manusia yang melayang akibat wabah tersebut. Padahal  110 hari sebelum kejadian wabah tersebut, Romo Panutan sudah berpesan bahwa “Gunung Kidul, Katon Petengdhedhet, supaya padha nggoleki juru slamet, yen ora bisa kepethuk mesthi bilahi”. Yang artinya : Gunung Kidul terlihat gelap gulita supaya mencari juru selamat, kalau tidak bisa bertemu pasti kena dan mati. Satu, dua orang ada yang tidak siap (tidak berusaha) akhirnya kena wabah dan tewas. Lainnya yang setya banyak berdoa dan menjalani  puasa akan selamat apabila bisa bertemu dengan juru selamat (utusan Tuhan). Banyak juga kadang golongan yang terserang penyakit tersebut. Romo Panutan turun tangan memberi penangkalnya sehingga terselamatkan. Romo Panutan memerintahkan murid-muridnya supaya memasak kulit kerbau, yang kerbau tadi mati karena sudah tua, kulit kerbau tersebut dimasak lalu dimakan disamping itu Panutan memrintahkan kepada murid-muridnya supaya menanam pohon puring di depan pintu, kedua syarat tersebut untuk mengusir wabah tersebut.
Dengan kejadian tersebut kadang golongan semakin setya kepada Romo Panutan, karena banyak di selamatkan bahwa warga umum yang tadinya kukan (tidak percaya) dengan kelompok OMM, mulai tertarik dan berduyun-duyun ikut mendaftar dan belajar mencari ilmu 3 perangkat, kecuali yang tidak terpanggil memang bukan muridnya Nabi Nuh dulu.
Setiap pertemuan (serasehan) kadang golongan selalu membahas kejadian-kejadian yang akan datang, misalnya di Desa A akan terserang wabah. Si B yang sakit akan meninggal, si C akan bisa sembuh dan banyak kejadian-kejadian sebelumnya terjadi sudah mendapat petunjuk dari utusan Tuhan, sehingga mereka lebih berhati-hati dalam bertindak supaya mereka tetap dekat dengan Tuhan. Pendidikan budi luhur memang sangat penting, sebab sekarang mereka mengetahui betul  daya guna dari ilmu tiga perangkat untuk kehidupan sehari-hari, manusia akan aman dari segala bentuk kesulitan hidup apabila selalu berbuat sesuai aturan Tuhan yaitu yang dilarang, jangan dilanggar yang wajib harus dilaksanakan, kalau kita melakukan pelanggaran, wahyu Sejatining Putri atau Wahyu Sejatining Kakung langsung menguasai hidup kita, jangan sampai ada kata-kata, “kita baru di hukum Tuhan”, itu ungkapan yang salah, Tuhan Maha Pengasih dan Maha Penyayang artinya tidak pernah menghukum umatnya. Kita mendapat kecelakaan, mendapat musibah, ekonomi kita hancur karena dikuasai Ratu dan Raja Hawa Napsu. Artinya kita jauh dari Tuhan, karena pelanggaran larangan tadi.
Oleh karena itu kalau kita ingin aman, tentram, sehat lahir batin, jangan melanggar larangann tersebut. Memang banyak orang yang selamanya hidupnya melakukan tindakan yang kurang baik tetapi hidupnya enak, berkecukupan, mewah, berkuasa, apa yang menjadi cita-citanya dengan mudah tercapai, itu betul sekali, penulis juga menyaksikan setiap hari, di kiri kanan tetangga penulis hampir rata-rata begitu, hanya saja prinsip hidupnya memang berbeda, mereka hanya berpikir hidup di dunia ini, untuk bekal mati mereka tidak membutuhkan atau memang mereka tidak paham untuk apa hidup ini, atau mungkin punya pemikiran “Kalau sudah mati siapa yang tahu, kan kita sudah tidak merasakan, kita sudah tidak ingat”, dan sebagainya. Oleh karena itu tidak sembarang orang berminat dengan ilmu ini, kalau mendapat panggilan dari Tuhan.
Sebelumnya Penulis pernah menjelaskan meskipun sedikit, Tuhan tidak memanggil orang yang banyak hafalan (pandai), tidak butuh orang yang berpenampilan seolah-olah orang bersih (suci), tidak memerlukan orang yang pandai bicara (fasih) bahasa tertentu, pandai bercerita tentang  alam nanti setelah kita mati, contohnya kakak dari  Bapak Pujosuwito yang kehilangan daya ingatnya waktu akan meninggal dunia, padahal waktu itu hidup tokoh yang sangat sentral untuk lingkungannya. Penulis hanya mengingatkan, kalau pembaca kurang setuju dengan pendapat penulis, mohon jangan dijadikan untuk pedoman hidup, sebab yang penulis maksud khusus yang memang Tunggal kalau bukan pasti tidak akan tertarik.
Kita kembali ke situasi Gunung Kidul yang kena wabah penyakit PES, yang sangat menakutkan, bayangkan pada waktu itu siapapun yang merasa kondisi badannya merasa tidak enak demam pagi hari sore harinya pasti meninggal dan cepat sekali menular. Pernah terjadi tetangga penulis, termasuk orang kaya, keluarganya ada yang meninggal (anaknya), dia langsung ketakutan karenawabah memang cepat menular, dia meminta tolong ayah penulis untuk menjaga rumah ( dan harta bendanya) dan ayah mendapat imbalan tidak seberapa banyaknya, ayah penulis menyanggupi dan keluarga penulis pindah ke rumah tetangga tersebut, yang disitu bisa terjangkit penyakit wabah Pes tadi. Ayah Penulis salah satu murid Romo Rps Sastrosuwignyo yang sebelumnya mohon dulu petunjuk kepada Tuhan boleh tidak menjaga rumah tangga tersebut, jawaban petunjuk “ya” alias boleh, ternyata keluarga kami selamat semua sampai wabah Pes dinyatakan terbasmi, itu contoh kejadian yang sangat riskan untuk keluarga kami pada waktu itu.
Seorang yang nantinya akan menjadi murid Romo Panutan tertariknya dengan cerita-cerita tetangga tentang tersebarnya
Ilmu 3 perangkat, orang tersebut bernama DARMAWASITA, dengan cepat dia paham tujuan ilmu ini dengan dibimbing Martasuwita yang telah banyak pengalaman membimbing kadang golongan yang belajar ilmu 3 perangkat, karena Darmawasito memang sangat tekun dan disiplin disertai tekad luar biasa, untuk beberapa hari saja Darmawasita sudah lulus (katam) ilmu tiga perangkat selanjutnya Darmawasito sanggup membela dan menyebarkan berkembangan ilmu 3 perangkat, bukan itu saja Darmawasito disamping sangat bersih lahir bathinnya juga mempunyai kemampuan sebagai penulis yang sangat baik karya-karyanya berupa ajaran-ajaran dari Romo Panutan yang ditulis berupa tembang pernah dicetak dan dapat dipergunakan sebagai Pedoman penghayatan Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat. Darmawasita memang mendapat tugas dari Romo Panutan untuk menulis sejarah berdirinya penghayatan AJARAN KASUKSMAN PRANSOEH, tujuannya buku tersebut nantinya bisa dipakai untuk panduan berbagai karya tulis murid-murid almarhum Romo Rps Sastrosuwignyo. Dikemudian hari, supaya ajaran Romo Panutan tetap murni sampai akhir jaman, sehingga nantinya ilmu tiga perangkat jangan samapai menjadi cerita atau dongeng, apalagi katanya, katanya, sebab ajaran Romo Panutan harus dibuktikan adanya. Penulis buku karya Darmawasita “ KITAB AGUNG PANDOM SUCI” judulnya murni ajaran kesucian, sayang sekarang sudah jarang ditemui kemana buku-buku tersebut berada, sehingga pada sekitar 1970. Sukirman Pujisuwito membuat “Buku Wasiat” yang isinya tidak berbeda dengan Agung Pandom Suci yang berbeda gaya bahasanya yang sangat sederhana, disini penulis sebagian besar mengambil sejarah dari awal digalinya Ilmu Tiga Perangkat dan sejarah Romo Panutan. Dalam penulis Kitab Agung Pandom Suci, Darmawasita di bantu sahabat-sahabat lainnya yang sudah ditunjuk oleh Romo Panutan. Dikemudian hari Pujiyo Prawiroharjono, membuat karya tulis dengan judul “AJARAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, NGESTHI KASAMPURNAN” yang beredar pada tahun 1987. Pujiyo Prawiroharjono seorang  seniman Jawa/ ahli Gending dan kerawitan yang cukup mumpuni sehingga  karya-karyanya yang muncul berupa tembang-tembang yang sangat komplit sampai beratus-ratus bait, disertai penjelasan-penjelasan sangat rinci dan mendalam, yang sebelumnya murid-murid yang lain belum berani memberikan penjelasan yang sangat mendetail seperti itu, penulis sangat berterimakasih kepada sesepuh-sesepuh kami, yang mewariskan karya-karya Agung dari Almarhum para sahabat-sahabat Romo Panutan sehingga kami kadang golongan masih mempunyai  nara sumber sejati masih sangat murni belum ada penyimpangan-penyimpangan ajaran Romo Panutan. Kalau sekarang ada satu dua perbedaan penafsiran, itu wajar karena tingkat kebersihan sipenerima petunjuk  memang sangat bgerbeda, Contohnya adalah salah satu murid  yang berpendidikan tinggi  (intelektual) menerima petunjuk dari Tuhan akan berbelit-belit karena dipengaruhi oleh kehidupan sehari-hari dan aktifitas yang sangat padat karena dia orang pintar (otak tidak pernah istirahat dunianya tidak pernah habis), ingin memajukan ini, ingin mengembangkan ini, membuat program ini dan seterusnya , dia tidak pernah berhenti untuk membuat terobosan supaya maju, dan itu wajar karena pendidikan formal memang tinggi sehingga kalau dia berhenti  berkarya percuma dia menuntut ilmu 20 tahun. Disitu hasil dari petunjuk yang diterima dari Tuhan kurang akurat karena pintar (pandai) itu kan nyawa (napsu). Oleh karena itu harus dibantu oleh kadang golongan yang hidup di desa-desa, digunung-gunung yang hidup bersahaja, kadang mereka hidup sangat sederhana, mereka buta huruf, karena orang sederhana daya pikirannyapun sederhana tanggung jawab ruang lingkupnya kecil sehingga beban yang dipikirannya kecil pula, mereka tidak pernah memikirkan yang muluk-muluk karena mustahil akan mencapainya, sehingga akhirnya hanya pasrah hidup mati kepada Sang Pencipta. Orang ini yang rata-rata mendapatkan petunjuk jelas (tidak pernah ditafsir) dan ini pun tidak mudah mencarinya, sebab ada kalanya orang yang hidupnya susah malah ada yang salah jalan, untuk mencukupi kebutuhan hidup, mereka melakukan hal-hal yang bertentangan dengan 4 larang dan 7 kewajiban, ini namanya sudah jatuh tertimpa tangga, artinya didunia menderita nanti setelah meninggal mendapatkan hukuman. Artinya double penderitaan. Sedangkan semestinya  yang betul , penderitaan yang sekarang kita terima dengan sabar dan iklas, jangan macam-macam, supaya nantinya kalau kita sudah menghadapi kematian mendapat tempat yang layak, tidak menderita lagi, apalagi setelah kematian ada kehidupan yang sangat panjang tidak ada habisnya, kalau suksma kita bisa lepas dari nyawa itu tidak ada masalah, pasti menghadap Utusan Tuhan. Kalau suksma dicengkram nyawa selama-lamanya terus bagaimana?.
Oleh karena itu kadang golongan selalu hidup dengan  semboyan Tanggung Renteng (Saling Membantu), sebab dunia ini sifatnya sementara, harta benda sebetulnya hanya pemuas nafsu (nyawa), kalau kita meninggal harta apapun kita sudah tidak membutuhkan lagi, yang dibutuhkan, BERTEMU UTUSAN TUHAN, MELIHAT CAHAYA TUHAN, BERPISAH DENGAN NYAWA KITA. Itu  yang kita butuhkan, kalau waktu hidup di dunia belum pernah mengenal, apalagi di alam kematian pasti tidak akan mengenal, lebih-lebih akan mustahil bisa ke alam akhir (menghadap Tuhan). Dalam tulisan ini sudah berapa kali penulis singgung dengn maksud pembaca selalu penulis ingatkan sehingga, ada pengertian yang kuat, sebab belajar ilmu ma’rifat yang tujuannya mencari ilmu tiga perangkat harus di dasari pengertian dasar yang kuat, kalau tidak paham penghayatannnya, hasilnya tidak akan maksimal, akan ada sifat ragu-ragu. Ini menyangkut kebutuhan yang sangat mendesak, sebab umur manusia banyak yang sangat pendek, usia masih muda tiba-tiba meninggal tanpa sebab, kalau umur kita panjang,  kesempatan untuk bertobat, lebih jauh waktunya, itupun tidak ada jaminan untuk bebas dosa, siapa tau dengan umur yang panjang dosa kita malah makin banyak. Nah, kalau sudah begitu, mana yang sebetulnya yang benar, umur pendek atau panjang itu rahasia Tuhan. Akan tetapi, kalau kita sudah katam, kita boleh bertanya kepada Tuhan. Ya... Tuhan, hamaba ini akan diberi umur berapa tahun?. Murid-murid Romo Panutan biasa menanyakan hal itu, hanya syaratnya harus mengenal yang di tanya, yaitu Utusan Tuhan (Katam dulu).
Selanjutnya kalau mendapat jawaban misalnya umur 40 tahun, kira-kira siap tidak menghadapi kematian, biasanya takut untuk menghadapi kematian. Penulis sendiri takut menanyakan soal umur, yang sering penulis tanyakan biasanya soal rezeki, misalnya
 Ya Tuhan, berikan hambamu ini uang yang berlimpah. Hasilnya jarang dikabulkan, yang didapat biasanya kecil-kecil, tidak apa, hidup ini kata orang seperti air mengalir. Katanya, bagaimana kalau tiba-tiba sampai di air terjun?, ya..., lebih baik jangan mengikuti air mengalir, kita jalani hidup ini apa adanya !!.
Kalau kita sehat jasmani, semua masalah akan dengan mudah kita selesaikan, berbeda kalau jasmani tidak sehat?, oleh karena itu berbuatlah bersih, jujur, dan suci, supaya kita mendapat perlindungan dari Tuhan, yang dampak kita tidak pernah memberikan penyakit, sebab Tuhan mempunyai sifat-sifat yang baik, pemurah, pengasih, penyayang, bijak dan lain sebagainya.
Kalau sudah paham betul tentang kekuasaan Tuhan jangan sekali-kali menyalahkan Tuhan, akan tetapi perlu penulis ingatkan, walaupun suksma manusia sudah dicengkram nafsu Utusan, kalau Tuhan menolong maka suksma tersebut akan terbebas dari hukuman, sebab kekuasan sentral ditangan Tuhan.
Sekarang para pembaca mungkin kurang menyadari bahwa manusia sering menyebut, manusia nantinya akan menghadap Tuhan, disisinya tuhan, dipangkuan Tuhan atau  kembali ke Tuhan, coba barang kali ada yang bisa menerangkan, penulis akan menunggu komentar dari para pembaca, kalau nanti sependapat dengan penulis, penulis berarti mendapat teman yang luar biasa, dan nantinya kami kadang golongan yang kebanykan ada di negara Indonesia, akan saling membagi informasi tersebut, sebelumnya penulis ucapkan banyak terimakasih kepada pembaca, apa sebabnya penulis minta masukan dari pembaca?, karma Ilmu Tiga Perangkat  bukan monopoli kadang golongan, pengalaman sudah banyak, bahwa sebagian murid-murid Romo Panutan sebelumnya belajar Ilmu Tiga Perangkat, sebelumnya banyak yang sudah bertemu salah satu ilmu tersebut bahkan ada yang sudah katam sebelum menghayati ilmu ini meskipun hanya satu dua orang. Hanya saja mereka tidak mengetahui apa dan siapa yang mereka temui di alam goib tersebut. Karena tidak ada yang menjelaskan (tidak ada yang membimbing) akan tetapi kegunaannya tetap sama dengan orang belajar ilmu tiga perangkat, terutama untuk bekal mati, bedanya orang tersebut tidak paham untuk keperluan di dunia, padahal ilmu tersebut sangat berguna bagi keperluan dunia dan bekal mati.
Romo Rps Sastrosuwignyo pernah menasehati secara keras terhadap murid-murid di Gunung Kidul pada waktu terserang wabah penyakit pes yang sampai merenggut banyak korban, sebab para kadang golongan hanya mengutamakan  usaha lahir, padahal kalau orang ma’rifat usaha batin harus nomor satu, baru ikhtiar lahir diupayakan, karena itu wabah yang digerakan oleh wahyu Sejatining Kakung (Wahyu Sejatining Putri). Berbeda dengan musibah kecil-kecillan, misalnya mendapat kecelakaan sehingga patah tulang, luka bakar, darah tinggi dan sebagainya. Segera ke tenaga ahli, itupun harus disertai usaha bathin memohon kesembuhan kepada Tuhan. Sehabis Romo Panutan mengingatkan murid-muridnya untuk supaya  setya  kepada Tuhan, kemudian Romo Panutan memberi syarat supaya wabah cepat hilang, untuk beberapa hari kemudian Gunung Kidul sudah aman dari penyakit yang menakutkan tersebut.
Romo Panutan sangat menghormati dan taat kepada negara yang baru merdeka tersebut, supaya tetap dipertahankan jangan samapai terjadi lagi penindasan oleh manusia atas manusia, pendek kata lahir tidak mau di jajah, bathin juga tidak mau diperbudak oleh nafsu (dijajah nafsu). Beliau sering berkata, dimana-mana salalu berpesan kepada murid-muridnya bagaimana kita harus bersikap terhadap bangsa dan negara, misalnya  beliau berpesan “ Negarane Dhewe, nganggo dhasar keTuhanan Yang Maha Esa, awake dhewe lahir bathin nekseni anane sesembahan Kang Maha Tunggal (sawiji) lan bisa nyowijeake, Bung Karno (President Republik Indonesia) lan Sapandereke, kalebu uga aku, kabeh iya duwe negara dhewe, kang wus mardika, anak phutuku  kudu mbantu marang negarane dhewe, aku mono karo sapa-sapa cocog-cocog bae, Anggere cocog karo kersane Gusti Allah. Iya iku ngrembuk wong akeh, dadine di tresnani wong akeh. Mardika mono emoh dijajah lahir bathine. Tegese lahir emoh dijajah Walanda, uga sapa-sapa, iyo emoh dijajah bathine/suksmane, iyo emoh dijajah dening nyawane/napsune. Sapa sing weruh penjajah bathin/suksma, kejaba mung murid-muridku kang padha ngerti/weruh.
Kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia bagini, “Negara kita berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa, kita semua menyaksikan sendiri lahir dan bathin, adanya sembahan Yang Maha Tunggal (satun ), dan bisa mempersatukan Bung Karno (President Republik Indonesia I) dengan pengikutnya, termasuk saya (Romo Panutan). Semua juga mempunyai negara,  anak cucuku harus membantu negara kita, kalau saya dengan siapapun tetap cocok, akan tetapi harus menurut kehendak Tuhan (Gusti Allah), yaitu untuk kepentingan orang banyak, yang akhirnya dicintai orang banyak. Merdeka itu artinya tidak mau dijajah Belanda (karena waktu itu Indonesia dijajah Belanda/ Nederland, juga tidak mau dijajah bangsa lain.
Juga tidak mau dijajah bathinnya/suksmanya, juga tidak mau dijajah oleh nyawa kita sendiri/napsu kita masing-masing. Romo Panutan bertanya” Siapa yang tahu penjajah bathin/suksma, kecuali murid-muridku yang bisa membuktikan (melihat  dan mengerti sendiri).”
Undang-undang dasar yang sudah disahkan oleh pemerintah sangat cocok untuk ajaran Romo Panutan, sebab utamanya memakai dasar keTuhanan Yang Maha Esa, dan Demokrasi yang termaktuf pada Pancasila, dasar negara Republik Indonesia, itu yang sangat paralel dengann ajaran Romo Panutan hanya saja yang penting pelaksanaanya sangat tergantung para pemimpin itu sendiri dan ketaatan warga masyarakat untuk melaksanakan, sebab undang-undang bagus aturan bagus, kalau manusianya tidak bagus bagaimana?. Dasar keTuhanan Yang Maha Esa kalau dipraktekan dengan sistem ajaran Romo Panutan yaitu setiap melangkah apapun harus mohon petunjuk kepada Tuhan, hasilnya pasti bagus (tidak akan salah jalan), oleh karena itu kalau bangsa dipimpin oleh orang yang menganut ilmu  Tiga Perangkat dunia pasti aman. Rakyat akan sejahtera, tidak ada peperangan, semua masyawarah dan mufakat, saling membantu, saling menolong. Kemiskinan akan bisa dibrantas, kenapa harus perang yang membuat anak cuu kita sengsara, perang it tidak ada menang, semua mengalami  kekalahan, baik materi maupun korban jiwa, yag ada hanya kepuasan sesaat, kalaudi renungkan secara mendalam, semua menderita kerugian.
Oleh karena itu dasar KeTuhanan sangat penting karena akan ada hubungannya dengan Perikemanusiaan, artinya tenggang rasa, menjaga perasaan orang, kasihan jadi dalam hal ini kadang golongan sangat diuntungkan dengan dasar negara tersebut, sebab tanpa perikemanusiaan yang adil dan beradab, belajar ilmu Tiga Perangkat tidak akan berhasil. Demokrasi salah satu yang tertulis didalam Undang-Undang Dasar, itu sangat bagus manusia hidup berhak mempunyai kebebasan mengeluarkan pendapat, mempunyai paham, keyakinan, kepercayaan, dan Agama. Semua harus dihormati dan dilindungi, tidak boleh yang besar menindas yang kecil, yang satu menjelek-jelekan yang lain, apalagi maunya menang sendiri, apabila sesuatu paham atau keyakinan masih menganggap kelompoknya lebih sempurna dari yang lain, ini nantinya akan menimbulkan bibit perpecahan yang akan menjalar semakin besar, dan ini akan membahayakan  keselamatan kita bersama, oleh karena itu disini pentingnya mengalahkan diri sendiri (memerangi nafsu) supaya egoisme harus ditekan habis, awalnya harus belajar menghargai pendapat orang, meskipun mungkin kita tidak cocok dalam pendapat itu, kita harus keras terhadap diri kita sendiri, sebab kalau kita keras terhadap orang lain, itu sangat beresiko, akan menimbulkan konflik, harus sabar (sabar dengan kesadaran jangan dipaksa), dingin, senyum, menjaga perasaan orang, kalau orang Jawa bilang Budhi Pekerti (Budhi artinya hati nurani, dan pekerti artinya perbuatan lahir), artinya lahir dan Bathin harus klop (sama).
Keadilan sosial juga termasuk dalam Pancasila, dalam kehidupan di Indonesia, perilaku sosial sudah menjadi ciri khas kehidupan dari nenek moyang Bangsa Indonesia, orang tidak mungkin bisa hidup tanpa bantuan orang lain andai kata bisa dia tidak akan bertahan lama, tolong menolong adalah sesudah menjadi kodrat hidup manusia, kita saling bantu-membantu antar tetangga, antara karyawan, antara kelompok, antara bangsa yang satu dengan bangsa  yang lain, maksudnya untuk meringankan beban manakala ada yang kesulitan atau kekurangan, oleh karena untuk mencapai masyarakat adil dam makmur sangat sulit, semestinya yang kaya harus membantu yang miskin, adil tidak harus sama bagiannya dan itu sulit dilaksanakan, belum ada negara manapun yang adil makmur di dunia ini, sebab sulitnya manusia memerangi dirinya sendiri, yang mudah itu memerangi orang lain.
Kebangsaan juga termasuk dalam Pancasila, manusia boleh bangga menyebut saya bangsa ini (misalnya) bangsa saya lebig bagus dari bangsa lain, bangsa saya lebih unggul segalanya misalnya. Itu pandangan yang sempit, perbedaan-perbedaan dan budaya jangan menjadi manusia sombong, dunia ini Tuhan yang mengatur, manakala Tuhan menghendaki perubahan suatu bangsa, bangsa itu akan berubah menjadi baik dan itu tidak mustahil, murid-murid Romo Panutan banyak yang mendapat petunjuk dari Tuhan, misalnya Negara Pasir Tahun sekian akan hancur lebur, Negara laut tahun sekian akan perang habis-habisan dengan negara Gunung, itu hanya perumpamaan, dan itu tidak bisa dihindarkan, pasti terjadi, oleh karena murid-muridnya Romo Panutan sangat Percaya dengan Takdir artinya sebelum peristiwa itu terjadi kami sudah diberi petunjuk.
Romo Panutan sering memberikan wejangan, semenjak dunia ini ada beserta isinya, utamanya berisi umat manusia, mereka ada yang percaya adanya Tuhan ada yang tidak percaya kalau Tuhan itu ada. Penulis pada waktu gempa terjadi di Selatan Yogyakarta yang merenggut nyawa  4.000 (empat ribu) orang lebih, yang terjadi 2006, pada hari minggu pagi sebelumnya pada hari jum’at, dua hari sebelum gempa terjadi, penulis mendapat petunjuk, tetapi tidak berpikir untuk memberi kabar kepada kadang golongan Gunung Kidul, biasanya murid-murid Romo Panutan yang di Gunung Kidul juga mendapat petunjuk akan terjadi bencana alam, ternyata mereka tidak mendapat petunjuk, beruntung tidak ada korban jiwa disana, akan tetapi rumah/bangunan banyak yag hancur.
Pada waktu Romo Rps Sastrosuwignyo mendapat wahyu yang ke 2, sudah dijelaskan mana yang menjadi bagian wahyu Sejaning Kakung/Putri, dan mana yang nantinya menghadap Tuhan dan ada yang mengambang di alam penantian(alam Kubur), artinya ikut utusan Tuhan juga tidak, ikut sepenuhnya wahyu Sejaning Kakung/Putri juga tidak masih menunggu peradilan, semua manusia hidup menjalani kodrat masing-masing sebab hidup sekarang, memetik buah hidup masa lalu, begitu pula hidup nantinya, kalau timbul di dunia adalah hasil perbuatan hidup sekarang ini.
Andai kata seseorang hidup di dunia tidak percaya adanya Tuhan, itu karena dia memetik perbuatan hidup masa lalu (mungkin waktu dulu sama sekali tidak memikirkan kesucian/kebaikan sehingga hukuman dipetik sekarang lebih berat, tidak percaya adanya Tuhan.
Romo Panutan sering memberi perintah kepada murid-muridnya, “Siapa yang menggerakakn dunia seisinya?, Kejadian-kejadian yang terjadi didunia setiap saat itu karena pengaruh siapa/apa?, saya tidak masuk golongan atau partai apapun akan tetapi saya membela yang miskin, yang sakit dan orang yang sedang kesusahan, bahkan orang-orang yang dipengaruhi jin/Ijajil (Roh Jahat) tetap saya tolong, saya bela tetapi yang penting harus nurut saya (Panutan). Kalau tidak percaya dengan beliau artinya kalau meninggal tidak akan bertemu dengan utusan Tuhan, karena Romo Rps Sastrosuwignyo sudah menyatu dengan wahyu roh suci. Bersamaan bertemunya dengan Wahyu Sejatining Kakung/Putri bahkan sudah saling membagi wilayah dan mempunyai bagian masing-masing bahkan Wahyu Sejatining  Kakung/Putri memberi bonus apabila memerlukan bantuan, dia akan membantu utusan, tinggal keperluan yang diminta utusan, wahyu sejatining kakung/putri selalu siap. Perlu dipahami/dimengerti Wahyu Sejatining Kakung/Putri pekerjaannya membuat malapetaka, membut kerusakan, mendatangkan penyakit, pendek kata membuat kerugian apa dan siapa saja baik di dunia maupun alam kubur, sebab dia memang Raja dirajanya Nafsu Manusia.
Romo Rps Sastrosuwignyo mempunyai anak  yang bernama R.B Dwijosubroto , memeluk agama Katholik dan tidak percaya dengan kemampuan ayahnya (berbeda keyakinan), R.B Dwijosubroto seorang guru dikota Malang. Dia mempunyai teman satu keyainan, hidup temannya kurang tentram karena sering diganggu Jin (Roh Jahat), orang tersebut bingung dan putus asa bagaimana bisa terjadi, dia sering tidur akan tetapi tiba-tiba sudah berpindah tempat, pernah ada suara “Kula nuwun” (salam orang Jawa kalau bertamu). Setelah ditengok di depan pintu tidak ada orangnya. Sering terjaga dari tidur dan gemeteran karena terkejut, dia sudah berupaya (iktiar) lahir bathin akan tetapi tidak menemui hasil, semakin hari semakin ketakutan, hidupnya tidak tentram. R.B Dwijosubroto ingin mencoba membantu sahabatnya yang sedang mendapat musibah tersebut, dia teringat ayahnya yang sangat terkenal, katanya kyai jempolan (terkenal) muridnya banyak, sekalian akan mencoba kehebatan ayahnya (Romo Rps Sastrosuwignyo). Dia mohon kepada sang ayah supaya mau menolong sahabatnya tersebut.
Romo Panutan memberi saran, supaya sahabat anaknya tadi menyediakan sajian berupa makanan yang dibeli di pasar selama satu minggu lamanya, setiap hari makanannya harus diganti, “Setelah menjalani perintah tersebut betul saja hidupnya tentram tidak pernah ada gangguan untuk selamanya. R.B Dwijosubroto dan sehabatnya heran (tertegun) orang Jawa bilang Ngungun, dengan kejadian tersebut (mestinya harus belajar mencari ilmu tersebut, setelah ada pembuktian sperti itu, namun tidak boleh dipaksakan karena sebagai contoh, Burung Kepondak dan Burung Tekukur memang makanannnya berbeda.
Romo Rps Sastrosuwignyo menurut kesaksian para sesepuh sering melakukan hal yang aneh-aneh untuk orang umum mungkin banyak yang bingung, sebab yang dilakukan Romo Panutan memang menganndung makna sangat rahasia yang ada hubungannya dengan kejadian-kejadian yang akan datang, untuk murid-murid hal itu sudah biasa, meskipun tidak ada yang berani menanyakan hal itu. Kebiasan yang dilakukan Panutan adalah ujian bagi murid-muridnya untuk memohon petunjuk kepada Tuhan apa makna yang dilakukan Panutan tersebut misalnya:
Pada suatu hari Romo Panutan mengikat Bencok ( katak pohon) lalu dibuang di alun-alun Yogyakarta, padahal cukup jauh dari kota Muntilan, tembakau yang kwalitas satu di rendam dengan air, lau dibuang ditengah jalan raya, binatang piaraan (kesayangan) digantung (anjing Helder). Ayam jago yang buta kedua belah matanya di adu. Biasanya kalau Romo Panutan berbuat seperti itu pasti ada tujuan yang sangat penting dan berdampak seluruh dunia. Memang kalau yang tidak paham, hal yang aneh-aneh tersebut tidak masuk akal, sedangkan murid-muridnya Romo Panutan sendiri banyak yang tidak mengetahui apa maksudnya, akan tetapi nanti kalau sudah terjadi peristiwa, baru Romo Panutan memberi penjelasan, kalau sebelum terjadi sudah dijelaskan kuasaan tuhan, Romo Panutan sangat melarang keras dan resikonya sangat berat untuk orang tersebut.
Ada lagi  kejadian-kejadian yang juga termasuk aneh (mustahil) kalau dihubungkan dengan bukti lahiriah, contoh: Orang sakit yang sudah tidak mempan segala obat, dokterpun sudah menolak (tidak sanggup), dukunpun sudah angkat tangan (menyerah), Romo Panutan menolong dengan syarat yang aneh-aneh, orang tersebut tidak lama sudah sehat seperti sedia kala, obatnyapun aneh, orang tersebut disuruh menanam singkong (ketela), menanam ubi dan menanam tebu. Ada pula yang disuruh Ziarah dimakam ibunya, disuruh memelihara burung, memelihara ayam jago dengan warna bulu tertentu, bahkan si sakit menurut dokter harus di operasi, obatnya aneh, disuruh menggoreng ikan merah (waderbang) disebelah, terus digoreng lalu dimakan. Orang yang sakit tersebut tidak jadi di operasi dan langsung sembuh.
Pada waktu itu masih alam perang karena setelah proklamasi, Indonesia masih akan dijajah lagi, di Semarang para pejuang bertempur habis-habisan melawan sekutu terutama di kota (menurut cerita para pejuang dari Semarang itu pertempuran besar-besaran). Seorang Lurah dari kampung Kintelan, daerah Semarang yang lari (mengungsi) ke Yogyakarta, dan mampir disalah satu rumah kadang golongan di kampung Jambu, melihat di dinding rumah terpampang foto Romo Rps Sastrosuwignyo (yang empunya Rumah namanya Pawirodikromo). Lurah tadi melotot melihat foto tersebut, rasa-rasanya dia pernah bertemu atau mengenal orang yang ada di foto tersebut, tetapi dalam keadaan hidup bukan foto (gambar). Lurah tersebut tidak tahan lagi, lalu bertanya kepada Pawirodikromo, “Puniko, gambaripun sinten mas, dipun sumpaha kula purun, bilih inggih puniko ingkang misakit Hitler, Rikola semanten ngajengbaken ambrukipun Jerman”. Artinya begini : Ini gambar siapa mas, saya berani di sumpah, ya ini yang saya lihat dialam mimpi, yang menyiksa Hitler, Pada waktu itu menjelang runtuhnya Jerman. Pawirodikromo menjelaskan itu guru saya, guru semua murid-murid OMM, beliau masih hidup. Lurah tersebut bilang kalau boleh ingin berguru kepada Romo Rps Sastrosuwignyo, kalau tidak boleh yang penting lurah tersebut ingin menghadap, bisa bertemu dengan Romo Panutan, dia sudah puas, oleh karena itu lurah tersebut minta diantar menghadap Romo Panutan. Lurah tersebut langsung belajar mencari ilmu 3 perangkat tidak lama lalu katam. Sayangnya belum sampai ikut menyebarkan ilmu, bebrapa bulan kemudian lurah tersebut meninggal dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar